Minggu, 20 November 2016

Teori Bermain Modern

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir ataupun selanjutnya, sebuah rangkaian pada wilayah yang terpisah dari penelitian pada suatu perilaku telah bersatu dan memberikan bukti dan teori yang menerangkan bahwa beberapa perilaku menjadi pendorong untuk mempertahankan pengoptimalan gairah. Upaya penelitian terpisah dimulai pada Perang Dunia II dan berfokus: tingkat kewaspadaan manusia, manipulasi, eksplorasi perilaku pada hewan: dan efek dari saraf sensorik dan penghilangan persepsi pada manusia dan hewan. Kebutuhan untuk mempertahankan pengoptimalan gairah telah menjadi sebuah pendorong baru dan banyak menambahkan atau mempermainkan gairah yang penuh teka teki kemudian dapat dijelaskan pada masa pendorong ini. Pada saat seseorang merasakan organisme memiliki kebiasaan seperti ini merupakan sebuah alternatif untuk mengatasi kebosanan atau untuk mengatasi stimulasi berlebihan yang tidak menyenangkan. Satu set perilaku memberikan sebuah fungsi stimulasi pencarian dan lainnya sebagai penghindar stimulasi.
Porsi utama dalam pemberian perilaku untuk pengoptimalan gairah adalah berfokus pada pencarian stimulasi, dan perilaku ini dibuktikan, meliputi bermain seperti yang telah kita lihat.
Efek utama pendorong dan menghindari stimulasi berbeda dengan mencari stimulasi. Perilaku diperoleh dengan pengurangan pendorong utama dari intensitas pemberian sinyal stimulasi internal yang diperlukan. Sebaliknya, perilaku pencarian stimulasi cenderung diperlukan untuk menambah tingkat stimulasi, biasanya diperoleh saat organisme. Konsep ini menghindari sebuah tanggapan yang mana pada teori sebelumnya telah gugur sejak hal ini tidak diterima bahwa keadaan alami dari seorang manusia dan semua hewan adalah pada kondisi diam, dan konsep yang terdahulu menyatakan bahwa organisme hanya dapat bekerja untuk mengembalikan sistem tersebut pada kondisi puncak. Bagian ide dalam keadaan diam melalui banyak teori-teori perilaku (Freeman, 19-18: Zipf, 1949, untuk melihat tanggapan-tanggapan ini), dan teori bermain yang telah tercakup.
Pandangan modern pada perilaku-perilaku ini menyerupai pandangan teori yang telah lebih dulu dilakukan bahwa perilaku tersebut dapat dipicu: didorong dengan sesuatu atau suatu sistem. Bagaimana pun, proses itu adalah sebuah dinamika, setidaknya pada penambahan perilaku hal itu tidak diperlukan untuk dapat dilakukan. Organisme memiliki sebuah kebutuhan perilaku pencarian stimulasi yang hanya dapat disela dengan kebutuhan untuk menghilangkan kelelahan dengan cara tidur dan untuk memuaskan pendorong utama. Pada kondisi normal organisme dicerminkan melalu suatu keadaan yang gelisah yang mana pada kondisi ini dapat terlihat secara konstan. Organisme normal memerlukan penerimaan  dari saraf sensori yang konstan dari lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhannya untuk stimulasi.
Perilaku pencarian stimulasi ini dapat melibatkan aktivitas yang terlihat jelas memiliki potensi untuk mendukung organisme tersebut atau mungkin tampaknya sia-sia. Pada kasus sebelumnya perilaku ini dapat diklasifikasikan secara serius dan terdapat pada kondisinya belakangan. Dengan kata lain, perilaku serius, kinerja, dan memenuhi dua jenis kebutuhan atau pendorong, yang berhubungan dengan pengurangan pendorong dan yang berfokus pada stimulasi. Dimana pun penambahan perilaku bermain dapat dipicu hanya dengan kebutuhan untuk mengstimulasi. Fokus kita adalah terutama pada pencarian stimulasi tanpa merugikan pikiran bahwa pekerjaan dapat menyenangkan.














BAB II
PEMBAHASAN
1. Teori Bermain Modern
            Teori-teori modern yang mengkaji tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para tokoh juga berusaha untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
Teori
Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak
Psikoanalitik

Kognitif-Piaget


Kognitif-Vygotsky

Kognitif-Bruner
Sutton-Smith
Singer
Teori-teori lain:
Arousal Modulation

Bateson
Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustasi
Mempraktekkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya
Memajukan berpikir abstrak; belajar dalam kaitan ZPD; pengaturan diri
Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir; Imajinasi dan narasi
Mengatur kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar

Tetap membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah sitimulasi
Memajukan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna
Sumber: Jonson et al dalam buku Mayke (2001: 6)
a. Teori Psikonalisa (Sigmund Freud)
            Freud didalam buku Mayke (2001:7) memandang bermain sama seperti sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. Dengan demikian Freud percaya bahwa bermain memegang peran penting dalam perkembangan emosi anak. Anak dapat mengeluarkan semua perasaan negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/trautamik dan harapan-harapan yang tidak terwujud dalam realita melalui bermain. Dengan demikian, bermain mempunyai efek katartis. Melalui bermain, anak dapat mengambil peran aktif sebagai pemrasaran dan memindahkan perasaan negatif ke objek/orang pengganti. Sebagai contoh, setelah mendapat hukuman fisik dari guru, anak dapat menyalurkan perasaan marahnya dengan bermain pura-pura memukul boneka. Dengan mengulang-ulang pengalaman negatif melalui bermain, menyebabkan anak dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkan karena anak dapat membagi pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagian kecil yang dapat dikuasainya. Secara perlahan dia dapat mengasimilasi emosi-emosi negatif berkenan dengan pengalamannya sehingga timbul perasaan lega.
            Dalam hal ini Freud tidak mengemukakan pengertian bermain, tetapi memandang bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasi masalahnya. Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham pada para ahli ilmu jiwa untuk memanfaatkan bermain sebagai alat diagnose terhadap masalah anak ataupun sarana ‘mengobati’ jiwa anak yang dimanifestasikan dalam terapi bermain.
b. Teori Kognitif
            Para tokoh bergabung dalam teori kognitif antara lain Jean Piaget, Vygotsky, Bruner, Sutton Smith serta Singer, masing-masing memberikn pandangannya mengenai bermain.
1. Jean Piaget
            Mengemukakan teori yang rinci mengenai perkembangan intelektual anak. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 7), anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai akhirnya proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Sejalan dengan tahapan perkembangan kognisinya, kegiatan bermain mengalami perubahan dari tahap sensori-motor, bermain khayal sampai kepada bermain sosial yang disertai aturan permainan. Dalam teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri. Menurut Piaget, dalam proses belajar perlu adaptasi dan adaptasi membutuhkan keseimbangan antara 2 proses yang saling menunjang yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggabungan informasi baru yang ditemui dalam realitas dengan struktur kognisi seseorang. Dalam proses ini bisa terjadi distorsi, modifikasi atau ‘pembelokkan’ realitas untuk disesuaikan dengan struktur kognisi yang dimiliki anak. Akomodasi adalah mengubah struktur kognisi seseorang untuk disesuaikan, diselaraskan dengan atau meniru apa yang diamati dalam realitas. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 8) bermain adalah keadaan tidak seimbang dimana asimilasi lebih dominan daripada akomodasi. Imitasi juga mencerinkan keadaan tidak seimbang karena akomodasi mendominasi asimilasi. Situasi yang tidak seimbang dengan sendirinya tidak menunjang proses belajar, atau secara intelektual tidak adaptif. Selanjutnya Piaget mengemukan bahwa saat bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar mempraktekkan dan mengkonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Jadi walaupun bermain bukan penentu utama untuk perkembangan kognisi, bermain memberika sumbangan penting. Contohnya, pada episode bermain peran yang dilakukan seorang anak bersama teman-temannya,terjadi beberapa transformasi simbolik seperti pura-pura  menggunakan balok sebagai telur. Dari permainan itu anak tidak belajar keterampilan baru, namun dia belajar mempraktekkan keterampilan mempresentasikan apa-apa yang telah dipelajari sebelumnya (yang diperoleh dalam konteks bukan bermain). Piaget menyadari bahwa peranan praktek dan konsolidasi melalui bermain sangat penting karena keterampilan yang baru diperoleh akan segera hilang kalau tidak dipraktekan dan dikonsolidasikan.
            Perkembangan bermain berhubungan dengan perkembangan kecerdasan seseorang, maka taraf kecerdasan seorang anak akan mempengaruhi kegiatan bermainnya. Artinya bila anak mempunyai taraf kecerdasan di bawah rata-rata, kegiatan bermain mengalami seorang anak tergolong terbelakang mental sedang (I.Q. sekitar 50 menurut skala Wecsler), walaupun sudah berusia 17 tahun perilaku bermainnya sama seperti anak usia prasekolah, dia tidak mampu mengikuti kegiatan bermain yang membutuhkan strategi seperti permainan monopoli. Sebaliknya anak yang cerdas, dengan usia mental melebihi anak-anak lain seusianyam mampu melakukan kegiatan bermain yang lebih tinggi dari tingkat usianya. Misalnya walaupun baru berusia 6 tahun, tetapi sudah mampu mengikuti permainan yang membutuhkan strategi berpikir seperti catur. Oleh karena itu, biasanya anak yang cerdas lebih suka bermain dengan anak yang usianya lebih tua sedangkan anak yang kurang cerdas merasa lebih cocok dengan anak yang lebih muda usianya.
2. Lev Vygotsky
            Vygotsky adalah seorang psikog berembangsaan Rusia yang meyakin bahwa bermain mempunyai peran langsung tehadap perkembangan kognisi seorang anak. Menurut Vygotsky dalam buku Mayke (2001: 9), anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi mereka, meaning (makna) dan objek berbaur menjadi satu. Akibatnya, anak tidak dapat berpikir dalam kegiatan bermain khayal dan menggunakan objek misalnya sepotong kayu untuk mewakili benda lain yaitu ‘kuda’ dari kuda sesungguhnya. Dengan demikian akhirnya anak mampu berpikir mengenai meaning secara terpisah dari objek yang mewakilinya. Jadi bermain simbolik mempunyai peran penting/krusial dalam perkembangan berpikir abstrak.
            Vygotsky membedakan 2 tahap perkembangan yaitu yang actual (independent performance) dan potensial (assisted performance) dengan zone of proximal development/ Z.P.D (menurut Hetherington & Parke dalam buku Mayke 2001: 9). Z.P.D adalah jarak antara actual dan potensial. Menurut Vygotsky dalam buku Mayke (2001: 10), bermain adalah self help tool. Seringkali keterlibatan anak dalam kegiatan bermain dengan sendirinya mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Bahkan bermain memajukan Z.P.D anak, membantu mereka mencapai tingkatan lebih tinggi dalam memfungsikan kemampuannya. Potensi, dalam Z.P.D. adalah kondisi transisi dimana anak membutuhkan bantuan khusus atau scafolding untuk meraih apa yang bisa mereka capai. Biasanya scaffolding berupa dukungan otang yang lebih ahli seperti sesame teman, guru, orang tua, saudara. Dalam bermain, anak dapat menciptakan scaffolding secara mandiri baik dalam kontrol diri, penggunaan bahasa, daya ingat, dan kerja sama dengan teman lain. Misalnya seorang anak yang rewel dan menangis kalau disuruh tidur, dalam situasi bermain pura-pura dia akan naik ke tempat tidur tanpa menangis. Dalam bermain, anak mampu mengendalikan dirinya karena ‘kerangka’ bermain berada dibawah kontrol anak atau dilakukan dalam situasi imajiner. Anak dapat pura-pura menangis dan mampu menghentikan tangisannya secara tiba-tiba, berbeda dengan situasi nyata dalam keehidupan sehari-hari. Dibandingkan dengan situasi lain, dalam situasi bermain anak memiliki perhatian (atensi), daya ingat, bahasa dan kooperasai yang lebih baik. Vygotsky memandang bermain identik dengan ‘kaca pembesar’ yang dapat menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelum diaktualisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi formal seperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifat menyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Ketiga aspek yaitu kognisi,sosial, dan emosi saling berhubungan satu sama lain dan sudah tergambar jelas pada contoh yang diberikan saat anak bermain pura-pura.
3. Jerome Bruner
            Bruner  dalam buku Mayke (2001: 11) memberi penekan pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan keativitas dan fleksibilitas. Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan hasil akhirnya. Saat bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan dicapa, seghingga dia mampu bereskprimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta ‘tidak biasanya’. Keadaan seperti itu tidak mungkin dilakukan kalau dia berada dalam kondisi tertekan. Sekali anak mencoba memadukan perilaku baru, mereka dapat menggunakan pengalaman tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sebenarnya. Perilaku-perilaku rutin yang dipraktekkan dan dipelajari berulang-ulang dalam situasi bermain akan terintegrasi dan bermanfaat untuk memantapkan pola perilaku sehari-hari. Jadi, bermain dapat mengembangkan fleksibilitas dengan banyakny pilihan-pilihan perilaku anak. Selanjutnya, bermain memugkinkan anak bereksplorasi terhadap berbagai kemungkinan yang ada, karena situasi bermain membuat anak lebih terlindung dari akibat yang akan diderita kalau hal itu dilakukan dalam situasi sehari-hari. Bagi Bruner, hasil ini memperlihatkan manfaat adaptif dari bermain yaitu saat perkembangan manuasia masih berada dalam tahap belum ‘matang’ dan masih berevolusi.
             Berikutnya Bruner dalam buku Mayke (2001:11) menekankan  narrative modes of thinking, dalam artian fungsi dari intelek berhubungan erat dengan makna (meaning), rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Jadi dari sudut pandang Bruner, dalam perkembangan dan pendidikan manusia aspek naratif memegang peran penting. Bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam hal bagaimana seorang anak mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya.
4. Sutton Smith
            Smith dalam buku Mayke (2001: 11) percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal (misalnya: pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka. Dengan demikian, anak dapat menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serta tidak biasa dan mengahsilkan idea kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan adatif.
            Teori yang dikemukan Jerome Bruner dan Sutton Smith ada hubungannya dengan pendapat Groos. Bedanya, kedua teori modern ini menekankan pada pengembangn fleksibilitas, bukan sekedar mempraktekkan keterampilan tertentu. Smith dalam buku Mayke (2001: 12) menegemukakan bermain sebagai adaptive potentiantion; maksudnya bermain memberikan berbagai kemungkinan sehingga anak dapat menentukan bermacam pilihan dan mengatur fleksibilitas secara baik.
            Terakhir, Sutton Smith dalam buku Mayke (2001: 12) memperkenalkan teori baru tentang bermain yaitu bermain merupakan adaptive variability. Dalam teori ini dia melakukan analogi antara bermain dengan evolusi yang didasarkan pada penelitian terakhir dalam bidang neuro science serta teori evolusi dari Stephen Jay Gould (1995). Dalam teorinya, Sutton Smith mengatakan bahwa variabilitas bermain memegang faktor kunci dalam perkembangan manusia. Pentingnya bermain bagi perkembangan manuasia adalah untuk menunjang potensi adaptif dalam artian luas. Hasil penelitian dalam bidang neurologi menunjukkan bahwapotensi adaptif ini terbentuk dalam perkembangan otak manusia yang berlangsung pada masa dini (Nelsin dan Bloom dalam buku Mayke, 2001:12). Mulai usia 10 bulan sampai 10 tahun jumlah koneksi sinaps mengalami penurunan dari 1000 trilyun menjadi 500 trilyun (Smith dalam buku Mayke, 2001: 12). Berarti bila otak berada dalam tahap potensial yang tinggi, demikian pula halnya dengan bermain. Jadi fungsi bermain pada usia dini dapat membantu aktualisasi potensial otak karena menyimpan lebih banyak variabilitas yang secara potensial sudah ada di dalam otak.

c. Teori Singer
            Berbeda dengan Freud fan Piaget, Singer dalam buku Mayke (2001: 11) menganggap bermain, terutama bermain imajinatif sebagai kekuatan posif untuk perkembangan manusia. Dia tidak setuju pada pendapat Freud yang menganggap bermain sebagai mekanisme coping terhadap ketidakmatangan emosi. Dia juga mengkritik Piaget yang menganggap bermain sebagai dominasi asimilasi. Bagi Jerome Singer dalam buku Mayke (2001: 12) mengatakan bermain memberikan suatu cara bagi anak untuk menunjukan kecepatan masuknya perangsangan (stimulasi), baik dari dunia luar maupun dunia dalam yaitu aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam pengalaman-pengalaman. Melalui bermain,anak dapat mengptimalkan laju stimulasi dari luar dan dari dalam, karena itu mengalami emosi yang menyenangkan. Tidak menjadikan anak ‘bengong’ karena terlalu banyak stimulasi atau bosan karena kurangnya stimulasi. Contohnya, anak yang tidak punya kegiatan selama menunggu di lapangan terbang, dapat terlibat dengan stimulasi yang berasal dari dalam yaitu bermain imajinatif.
d. Teori-teori Lain
Arrousal Modulation Theory.
            Dikembangkan oleh Berlyne (1960) dan dimodifikasi oleh Ellis (1973). Teori ini menekankan pada anak yang bermain sendirian (soliter) atau anak yang suka menjelajah objek di lingkungannya. Menurut teori arrousal, bermain disebabkan adanya kebutuhan atau dorongan agar sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. Bila terlalu banyak stimulasi, arrousal akan meningkat sampai batas yang kurang sesuai dan menyebabkan seseorang akan mengurangi aktivitasnya. Contoh, bila anak mendapatkan mainan baru maka arrousal meningkat dan dengan mengeksplorasi benda asing itu arrousal akan menurun sehingga anak menjadi terbiasa dengan benda tersebut. Sebaliknya kalau kurang stimulus akan timbul rasa bosan sebab tingkat arrousal menurun tajam.
            Ellis dalam buku Mayke (2001: 13) menganggap bermain sebagai aktivitas mencari rangsang (stimulus) yang dapat meningkatkan arrousal secara optimal. Bermain menambah stimulasi dengan menggunakan objek dan tindakan baru serta tidak biasa. Contohnya, kalau anak bosan main perosotan dari atas ke bawah, dia dapat meningkatkan stimulasi dengan berjalan menaiki papan perosostan dari bawah ke atas. Jadi menurut Ellis dalam buku Mayke (200:13) bermain adalah stimulation producing activity yang disebabkan tingkat arrousal yang rendah. Teori Ellis banyak diterapkan dalam perancangan dan penggunaan alat permaianan serta bermain.
e. Teori Bateson
             Menurut Bateson dalam buku Mayke (2001: 13) bermain bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat bermain tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata. Saat ‘bergelutan’ misalnya, serangan yang dilakukan berbeda dengan tindakan memukul yang sebenarnya. Sebelum terlibat dalam kegiatan bermain, perlu ‘kerangka’ atau konteks sehingga orang lain tahu bahwa apa yang terjadi  dalam kegiatan bermain bukanlah yang sesungguhnya. Yang menjadi tanda bahwa itu bukan sungguh-sungguh adalah keceriaan, senyum dan tawa yang ditunjukkan anak. Bila kerangka bermain tidak ditentukan, anak lain akan menginterprestasikan ‘serangan’ anak sebagai serangan yang sesungguhnya. Saat bermain, anak akan belajar untuk sekaligus menjalakan dua tahapan. Pada tahap yang satu, anak terlibat dalam peran pura-pura dan memfokuskan diri pada bermain pura-pura. Secara bersamaan, mereka menyadari identitas diri masing-masing dan arti yang sesungguhnya dari objek dan tindakan yang mereka gunakan dalam bermain.
            Teori Bateson meransang minat dalam aspek komunikasi dari kegiatan bermain. Saat bermain peran, anak bisa mengubah-ubah status antara peran pura-pura dengan identitas sesungguhnya. Misalnya saat bermain peran tiba-tiba anak yang berperan sebagai ‘bayi’ berjalan-jalan sendiri, maka anak lain segera akan memberi komentar bahwa bayi belum bisa berjalan seperti itu.
            Menurut Bateson dalam buku (2001: 14) mengatakan bahwa bermain tidak akan muncul dalam keadaan vakum. Play text, kegiatan bermain itu sendiri selalu dipengaruhi oleh konteks, yaitu keadaan sekitar dimana kegiatan berlangsung. Schwartzman dalam buku Mayke (2001: 14) memberi contoh status sosial anak mempengaruhi kegiatan bermainnya, misalnya anak termuda, mendapat peran sebagai orang yang disuruh-suruh.
            Pembedaan konteks yang diajukan Bateson merangsang minat dalam play texts. Frein dan ahli lainnya dalam buku Mayke (2001: 14) menemukan developmental trends dalam transformasi simbolik yang digunaka anak saat bermain pura-pura. Contohnya, anak yang berusia sekitar 2 tahun menggunakan simbol yang secara fisik mewakili objek yang direpsesentasikan. Misalnya untuk mewakili sisir, digunakan kayu berbentuk persegi panjang. Pada anak yang lebih besar, dapat menggunakan simbol yang tidak mirip dengan objek yang diwakili sehingga bisa saja mobil-mobilan dianggap sebagai sisir.
            Wolf dan Grollman dalam buku Mayke (2001: 14) menekankan aspek yang berbeda mengenai play text. Mereka meneliti kecenderungan usia terhadap organisasi naratif dalam kegiatan bermain anak. Hasilnya, dengan bertambahnya usia anak, script yang digunakan akan lebih terintegrasi dan lebih kompleks. Hasil penelitian ini memberi masukan tentang perilaku bermain dan bagaimana perubahan yang terjadi sejalan dengan bertambahnya usia anak.
2. Neophilia dan Neophobia
             Morris  dalam buku Ellis (1973: 81) menyatakan hewan-hewan dibagi menjadi dua kelompok, neophilic dan neophobic. Ia mengkarakteristikan bahwa hewan neophilic atau baru menyukai orang-orang dengan sebuah repetoar kehidupan yang luas yang tinggal pada lingkungan yang mudah dipengaruhi dimana respons untuk beradaptasi dan mengikuti informasi lingkungan terkini berada pada kondisi selektif. Ia menunjukan bahwa hal ini sebagai usaha dari hewan-hewan kerajaan seperti tikus, anjing, beruang dan primata. Menurut Giibin dalam Ayun (2013) mengatakan bahwa neophilia dapat diartikan sebagai kecintaan terhadap hal baru. Secara logika, seseorang yang memiliki kecintaan terhadap sesuatu hal, maka ia akan cenderung berusaha mencari hal tersebut untuk mendapatkannya. Demikian juga dengan orang yang memiliki kecintaan terhadap hal baru (neophilia). Baik secara sengaja ataupun tidak, mereka juga akan memiliki kecenderungan untuk mencari hal-hal baru tersebut. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memenuhi kepuasannya sebagai bentuk aktualisasi id yang bersifat irasional (Calvin  dalam Ayun, 2013). Pada sisi lain, hewan neophobic memiliki spesifikasi yang lebih tinggi, tinggal pada tempat yang lebih kaku dengan repertoar perilaku yang lebih kecil, seperti reptil. Neophobia adalah takut hal-hal atau pengalaman baru. Dalam psikologi, neophobia didefinisikan sebagai ketakutan terus-menerus dan abnormal akan sesuatu yang baru. Dalam bentuk yang lebih ringan, ia dapat bermanifestasi sebagai keengganan untuk mencoba hal-hal baru atau istirahat dari rutinitas.         
            Pendapat Morris terbentuk saat perilaku permainan terlihat menjadi kriteria dari klasifikasi tersebut, di mana saat bermain ditegaskan saat perlakuan yang tidak bermanfaat ditambahkan pada hewan neophilic. Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) mengintegrasikan pemikiran pada sistem neuroanatomi sistem otak dan kompleksitas perilaku dari vertebrata. Otak pada hewan vertebrata terlihat memilik dua dominan area yang Hebb dalam Ellis (1973: 82) tunjukkan secara alami sebagai sebuah asosiasi dan area motor sensorik. Rasio perkiraan untuk area ini yang menunjukkan penggunaan fungsi ini dianggap sebagai sumber ia sebut dengan rasio A/S. Koresponden rasio ini yang mana Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) sebut sebagai rasio I/E. Rasio I/E berhubungan dengan tingkat fokus otak pada kondisi saraf yang timbul pada internal (pada hakekatnya) untuk menyetujui tingkat fokus pada kondisi eksternal atau sistem saraf ekstrinsik. Mereka hanya melakukan sebuah penamaan pada asosiasi Hebb melawan rasio motor sensorik.
            Hal penting pada rasio ini dijelaskan oleh Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) sebagai berikut:
            Rasio rendah pada hewan vertebrata seperti reptil dam amphibi, di mana ketersediaan anatomi untuk proses pusat semi-autonomi diintervensi antara masukan reseptor dan keluaran saraf motor sangat terbatas. Hal ini bertambah pada perlakuan pada hewan mamalia, dan mencapai tingkat maksimum pada manusia.

            Dengan demikian, penambahan rasio I/E atau E/S, ketegasan pada perilaku ditunjukkan dengan pengurangan hewan, dan kapasitas perilaku baru, pemberian masukan yang lebih sesuai dengan lingkungan mereka, bertambah. Hewan-hewan dengan porsi otak yang lebih besar memberikan respon lebih, strategi utama pada suatu spesies agar dapat berhasil adalah dengan tidak menjalin respon yang tidak termodulasi secara keras untuk diberikan sebagai pola stimulasi. Dengan demikian, rangkaian kesatuan pada hewan vertebrata diatur berdasarkan urutan pada rasio A/S mereka secara signifikan memiliki kesamaan pada pengelompokan Morris pada vertebrata selama teori neophobic-neopholic terbentuk.
            Proses ini, di mana seperti menjadi suatu tren  pada evolusi hewan vertebrata dapat terlihat pada lingkungan mereka dengan cara menunjukkan sebuah proses seleksi Darwin dari kecocokan hanya dapat terlihat berjalan lambat dan kira-kira sering digunakan untuk melihat kemungkinan tajam untuk mengubah modus vivendinya. Spesies yang berperilaku secara fleksibel lebih dapat memodifikasi perilaku mereka dengan rentang hidup dari seorang  individu. Dengan demikian, pada variabel stimulasi keperluan mendesak untuk berhasil akan mengupayakan sebuah tekanan tertentu pada kondisi fleksibel. Untuk melangkah lebih jauh, perubahan yang tidak terprediksi akan menunjukkan kesempatan yang sangat baik, individu paling sesuai untuk perilaku kondisi baru dan morfolofi akan menjadi sebuah keuntungan yang sangat selektif.
            Pandangan pencarian stimulasi pada konteks ini akan terlihat jelas saat menjadi faktor penetu keberhasilannya. Pertanyaan mengenai mekanisme intervensi penting apa yang dapat menimbulkan perilaku pada bagian ini. Ada dua penjelasan yang berkaitan erat yang bergantung pada mekanisme intervensi yang sama yang mempertahankan perilaku bermain atau yang tidak bermafaat. Pertama mengidentifikasi sebuah pendorong untuk stimulasi baru terjadi yang mengkarakterisitikan pada permainan sebagai perilaku pencarian stimulasi. Pernyatan lain bahwa perilaku yang tidak bermanfaat pada hewan akan terpelihara oleh suatu kebutuhan untuk menghasilkan efek terhadap lingkungan untuk menunjukkan kompetensi dan ini adalah konsep White (1959) dari motivasi kopetensi atau efek samping.
3. Bermain Sebagai Pencarian Stimulasi: Sejarah Ide
            Seperti konsep sentral pada umumnya untuk sebuah teori tidak dipecahkan dengan suasana siap untuk pembentukan instan. Ide dari pencarian stimulasi telah memiliki sejarah yang panjang. Gagasan pertama muncul dari Pavlov (1927) yang mendeskripsi investigasi atau berorientasi refleks.
Pada refleks ini yang mana membawa tanggapan langsung pada manusia  dan hewan untuk sedikit mengubah dunia di sekitar mereka, sehingga mereka akan segera menunjukkan arah organ reseptor mereka tepat sesuai dengan kualitas yang dilihat mengenai perubahan, membuat penyelidikan penuh mengenai ini. Reflek signifikan biologis yang terjadi sangat jelas. Jika pada hewan yang tidak tersedia sebuah refleks pada hidupnya akan bergantung setiap saat dengan sebuah urutan. Pada manusia reflek ini telah sangat terbentuk dengan hasil yang besar, dengan direpresentasikan dalam bentuk yang paling tinggi oleh keingintahuan - metode ilmiah yang lebih tua melalui yang mana kita berharap suatu hari akan datang sebuah orientasi yang benar pada pengetahuan mengenai dunia sekitar kita (Pavlov dalam buku Ellis, 1973: 83-84)
Terjadinya perubahan terhadap deteksi pada lingkungan stimulasi akan menimbulkan reflek yang berorientasi yang akan dijelaskan secara rinci oleh Berlyne dalam buku Ellis (1973: 84). Perubahan yang banyak, perlakuan berlebihan melalui sebuah variasi mekanisme fisiologis. Mereka berfungsi secara umum untuk membuat hewan tersebut secara tepat cepat mengeksekusi respon. Respon ini berhenti sampai informasi yang memadai terlah diterima berkaitan dengan keputusan baru yang diambil yang dianggap sebagai tindakan yang tepat. Orientasi reflek untuk sebuah stimulasi tertentu dapat dihilangkan dengan mengulang tindakan itu dan memberikan stimulasi yang tidak berdampak pada sinyal kondisi kritis lainnya, hewan itu akan segera berhenti terkejut dengan hal itu dan menjadi terbiasa dengan lingkungan sekitar. Hal ini disadari setelah bertahun-tahun bahwa seekor hewan mampu melakukan perhatian secara selektif. Hanya peristiwa stimulasi baru atau ketertarikan mereka pada yang lain dan kondisi penting yang menjadi subjek dari hasil penelitian ini. Banyaknya peristiwa stimulasi serupa dan tindakan yang diharapkan tidak diperlukan.
Kurangnya ketidaksesuaian antara ekspektasi saat ini dan sebuah kejadian stimulasi ditandai dan terlihat dari perhatian yang diberikan. Proses pemantauan masukan pada sensorik harus terjadi secara otomatis hanya karena sebuah keanehan dilakukan pada saat pusat kesadaran tertinggi terganggu. Meskipun pentingnya suatu keberhasilan, pemilihan peristiwa mengejutkan untuk diperhatikan tidak tidak dijelaskan secara sengaja pada masukan stimulasi yang baru atau alternatif pada situasi stimulasi yang dapay mengkarakteristik hewan neophilic. Permasalahan ini ditunjukan sejak lama oleh (Mc Dougall dalam buku Ellis 1973: 84-85).
            Mc Dougall menyimpulkan bahwa ada naluri rasa ingin tahu yang tidak diarahkan pada sebuah kegiatan tertentu atau objek. Fungsi ini disiapkan secara sederhana pada hewan untuk melatih naluri yang lebih spesifik dengan mengumpulkan informasi.
Objek (menggunakan kata ini lagi dengan cara yang lebih luas untuk meliputi setiap kondisi persepsi) yang membangkitkan rasa ingin tahu harus memiliki beberapa tingkatan kemiripan dengan objek yang secara normal dapat membangkitkan beberapa naluri lainnya, atau dapat menjatuhkan perhatian bianatang tersebut; tetapi, pada kondisi tertentu, hal ini menjadi keharusan sebagai pendorong dari hal yang tidak biasa yang tidak merangsang insting lain atau akan gagal membangkitkan kekuatannya (Mc Dougall dalam buku Ellis 1973: 84-85).
Mc Dougall mengerti perhatian selektif bergantung pada sebuah ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan, mengetahui hal ini maka penting untuk bertahan, dan pada vertebrata yang lebih tinggi sering sengaja eksplorasi aktivitas. Namun, ia tidak memiliki cara untuk menjelaskan perilaku ini. Pada masanya ia hanya mengakui bahwa harus ada sebuah insting untuk mendorong suatu perilaku.
4. Penelitian Terbaru
Setelah masa naluri diikuti Perang Dunia II dan masa dari pembelajaran teori fisiologi pada tahun 40an. Selama periode ini fokus lebih besar pada fisiologi pengurangan kebutuhan. Bagaimanapun, selama periode ini ada 3 jalur utama  dari penelitian yang didalamnya terdapat fase empiris, pergerakan data untuk lompatan teoritis yang terjadi pada akhir tahun 50an dan 60an. Upaya ini, penelitian pada kewaspadaan manusia, deprivasi sensor, dan perilaku memanipulasi eksplorasi, semua akhirnya terlihat secara luas terpisah, akhirnya semua kontribusi terhadap tubuh pada teori yang berfokus pada dorongan dan perilaku pencairan dorongan.                                                                       
"Penelitian kewaspadaan berfokus pada perhatian subjek dan kemampuannya untuk mendeteksi perubahan di kejadian stimulasi selama suatu waktu tertentu pengamatan terus menerus (Frankmann & Adams dalam buku Ellis, 1973: 85). Pada penelitian sebelumnya tentang kewaspadaan distimulasi dengan penerapan teknologi untuk kemampuan menonton.Radar, sonar, dan asdic semua diperlukan untuk mempresentasikan sebuah deteksi sinyal dan mereka terlihat tidak dapat untuk mengatur tingkat kinerja kritis mereka.
Mackworth dalam buku Ellis (1973: 85) mengatakan pentingnya  menggunakan sebuah tes waktu sederhana yang mana subjek kadang-kadang harus mendeteksi lompatan ganda secepat mungkin. Mackworth melaporkan sebuah awal penurunan yang mengejutkan dalam tingkat deteksi selama dua jam menonton. Dalam serangkaian penelitian yang bertujuan untuk menemukan mengapa penurunan ini terjadi, Mackworth mencatat bahwa sebuah panggilan telephone untuk mengecek subjek apakah semua performa dikembalikan secara tepat.
Hebb dalam buku Ellis (1973: 86) mengemukakan bahwa keadaan alami sistem kecemasan dalam keadaan tidak tenang, dan cara penghilang stimulasi sensori itu diperlukan untuk menguji teorinya itu. Dari hal ini telah dikembangkan sebuah penelitian tentang toleransi seseorang pada tubuh yang lebih luas untuk secara langsung mengurangi masukan stimulasi. Paradigma dasar adalah dengan mengurangi jumlah pencapaian stimulasi pada subjek untuk kurun waktu yang lebih lama dan mengamati efek fungsi psikologi pada subjek; penampilan yang diberikannya; kemampuan untuk mengubah perilakunya, perilaku umumnya, perubahan ritme dan hasil pengalamannya.
Pada awal penelitian ia berusaha untuk mencabut sumber stimulasi dengan keadaan lingkungan dan yang dihasilkan oleh subjek. Mereka diberi keringanan pada air turbulensi dengan mengabaikan temperature pada sebuah tangki kedap suara dan mengatakan untuk bergantung. Pada awal laporan ini sangat mengkhawatirkan. Meskipun laporan itu sendiri menunjukkan bahwa setelah tidur pengalaman ini berlawanan, beberapa subjek mempertahankan kehialangan kesadaran mereka sampai mereka berhalusinasi. Setelah itu perilaku mereka terganggu dalam berbagai cara, kadang-kadang selama beberapa minggu (Zubet dalam buku Ellis, 1973: 87)
Percobaan selanjutnya tidak mengulangi halusinasi sebelumnya, mungkin karena publisitas atau karena pengalaman dianggap kurang berbahaya karena orang lain berhasil, tetapi penelitian tersebut terus mengumpulkan data. Penemuan utama adalah bahwa keberadaan stimulasi itu sendiri tidak cukup untuk menghilangkan efek keadaan berlawanan pada pengaturan eksperimen. Jumlah kuantitas energi stimulasi seperti yang dapat  diperlihatkan dalam keadaan normal tidak cukup untuk mencegah efek dari pengurangannya. Faktor penting yang tampak bermakna pada keberadaan pola pada stimulasi.Mendesis atau sedikit kebisingan dapat membangkitkan energi yang sama pada telinga, tapi subjek tidak dapat menghasilkan itu dari pola masukan yang dihadirkan. Penghapusan bentuk, pola atau makna dari masukan pada subjek yang dihasilkan saat beradapada penghilangan persepsi, sebagai penghapusan terpisah dari semua stimulasi atau penghilangan sensorik.
Kebanyakan fokus beberapa teori pada efek sensorik dan penghilangan persepsi menjadi sebuah konsep pengoptimalan stimulasi dan secara hati-hati ditinjau oleh Jones (1969), Zuckerman (1969), dan Suedfeld (1969). Fokus utama yang dibuat adalah ada sebuah kebutuhan yang jelas terlihat untuk memasukan stimulasi yang berisi pola atau informasi dan dimana masukan ini, bergantung pada berbagai variabel lainnya, yang dapat mengubah keadaan subjek. Salah satu penambah gairah dan efek yangter sebagai mediasi pada sistem kekhawatiran, kemungkinan oleh sistem retikulasi gairah.
Sementara penelitian pada pengurangan sensorik dan tingkat kewaspadaan dilanjutkan, penelitian ini sudah berlangsung di sebuah kelas perilaku yang ditunjukkan oleh hewan yang disusun pada konteks teori pengurangan kebutuhan untuk memotivasi kebutuhan yang kemungkinan masih ada. Dua kelompok perilaku terlihat tanpa perluimbalan ekstrinsik.Monyet memperlihatkan untuk memiliki kecenderungan untuk memanipulasi unsur dalam lingkungannya dan tikus menekplorasi situasi baru secara independen yang yang bergantung pada perilakunya.
Monyet telah menunjukkan untuk bertahan dalam memanipulasi alat yang diperlukan (Harlow, Harlow & Meyer, 1950; Harlow, 1950) meskipun mereka tidak pernah dihubungkan dengan imbalan. Hewan-hewan tersebut terlihat tampak termotivasi hanya dengan keadaan yang mebuat penasaran dan bertahan pada perilaku mereka. Dua penjelasan lanjut. Halow dalam Ellis (1973:87) menambahkan sebuah pendorong untuk memperhitungkan perilaku dengan menegaskan bahwa diperlukan tambahan pendorong manipulasi. Hal lain, sebuah konsep secara umum, digambarkan oleh Nissen dalam buku Ellis (1973: 87) menyatakan bahwa kemampuan untuk memancarkan sebuahrespon adalah dari respon itu sendiri. Ekspresi lain dari konsep yang terlihat pada perlakuan model primer menurut Woodworth dan konsep efek motivasi menurut White yang mana akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Nissen dalam buku Ellis (1973: 88) menunjukkan bahwa tikus akan melewati jaringan listrik dalam rangka untuk mendapatkan kesempatan untuk mengeksplorasi apa yang ada di sisi lain. Pada 1953, Montgomery telah menunjukkan bahwa tikus akan menyelidiki hal itu tercapai atau tidak, ada kesempatan untuk menjelajahi sebuah labirin yang lebih komplek akan memperkuatnya (1954). Harlow dalam buku Ellis (1973: 88) mencatat bahwa tikus akan memilih untuk pergi menjelajahi rute yang lebih panjang pada labirin dalam perjalanan mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, biasanya karena hasil instrinsik yang terkait dengan pengalaman yang lebih komplek.
Penelitian terkini dan berbagai pengertian teoritis yang berasal dari penelitian ini pada manipulasi dan eksplorasi yang terintegrasi didefinisikan oleh Berlyne, pertama pada bukunya “Conflict, Arousal and Curiosity” (1960), dan kemudian pada beberapa artikel lain (Berlyne, 1963,1966,1968). Ciri penting dari integrasinya pada beberapa perilaku ini tidak untuk sebuah koleksi penamaan motif, tapi untuk sebuah formula teoritis  yang dimiliki pada suatu mekanisme. Hal ini menyebabkan sebuah formula yang lebih tepat pada apa yang terjadi di dalam hewan selama ia menunjukkan penambahan perilaku berlebihan. Integrasi Berlyne terimplikasi sistem retikulasi lagi.
Meskipun tiga bagian penelitian secara ringkas menyinggungnya namun  tidak terintegrasi langsung, teori perilaku yang dikemukakan oleh Berlyne dan lainnya dapat membawa integrasi tersebut.Teori-teori perilaku ini menerima banyak masukan pemikiran dan neuropsikologi pada siapa sistem retikulasi gairah ini ditemukaan. Pengetahuanyang mereka berikan dalam kelompok perilaku yang tidak terlihat didorong dengan model penurunan kebutuhan tradisional yang kuat.
5. Menghindari Gairah
            Bermain tampaknya menjadi kata yang kita gunakan mengkategorikan perilaku yang meningkatkan gairah. kita tidak memiliki kata untuk kelas perilaku yang mengakibatkan tingkat gairah. Meskipun menghindari gairah merupakan daerah penting yang menjadi perhatian kita kurang tertarik di dalamnya karena sebagai manusia kita sering dapat melarikan diri lebih-membangkitkan situasi. perjuangan utama kami adalah untuk stimulasi (Morris dalam Ellis,2001: 107) tetapi ini diperlukan untuk melengkapi kasus dengan termasuk jenis perilaku yang memiliki efek sebaliknya untuk bermain, yaitu stimulus-avoidance.
            Laporan dibuat mengenai bahwa tingkat gairah yang optimal sampai sekarang telah meninggalkan kata "level" dalam bentuk tunggal. Namun, formulasi yang tepat dari konsep gairah optimal menggunakan kata "level", yang menunjukkan bahwa ada tingkat optimal untuk setiap tugas (duffy, 1957; Samuels, 1959; achutz, 1965; Fiske & Maddi, 1961; Yerkes & Dodson, 1908; malmo, 1959; jones, 1969), dan yang ini bervariasi sesuai dengan konsep seperti kesulitan tugas. hewan berusaha untuk menghasilkan tingkat gairah yang tepat untuk tugas di tangan.
            Dengan demikian, supra-optimal gairah tidak hanya permusuhan tapi disorganizes atau mengurangi kinerja. ini dinyatakan sebagai keluarga "U terbalik" fungsi yang terkait kinerja gairah, masing-masing sesuai untuk berbagai jenis tugas (gambar 5.4).
            Ketika operator manusia dibombardir dengan informasi lebih dari yang mereka mampu menangani, strategi preferensi melarikan diri. subjek hanya dicegah dari melakukan hal ini dan dari kinerja tidak teratur. analisis indikator kinerja satu atau lebih dari efek berikut bahwa kuantitas informasi diterjemahkan dari input ke respon berkurang (miller, 1960).
  1. kelalaian-kegagalan untuk mengubah input menjadi respon, informasi tersebut diabaikan
  2. Kesalahan-kegagalan untuk mengubah input menjadi respon yang benar
  3. antrian-input diadakan di toko masih dapat ditangani pada gilirannya
  4. filtering hanya aspek-aspek tertentu dari aspek masukan dari input yang belajar
6. Redefinisi Bermain
            Mencari stimulus dan bermain memiliki banyak kesamaan mereka terjadi ketika mereka tidak mendahului oleh kebutuhan untuk memenuhi dorongan yg melebihi mereka disertai dengan efek positif mereka berdua melibatkan eksplorasi, investigasi, dan manipulasi lingkungan atau representasi simbolis dari pengalaman dan seperti rangsangan-seeking dan bermain perilaku bahwa diamati keduanya dipancarkan dengan frekuensi yang lebih tinggi oleh muda spesies. Definisi bermain tergantung pada kesia-siaan perilaku untuk hewan sebagai diperhitungkan oleh pengamat. Schlosberg (1947) menarik perhatian kami ke bundar mengatakan bahwa bermain adalah bermain karena pengamat berpikir itu.
            Itu lebih mudah untuk mengadopsi pandangan hewan untuk didorong untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka dengan kebutuhan mereka untuk mempertahankan organisme integritas masing-masing. Kegiatan sangat terkait dengan proses pertumbuhan dan pemeliharaan. salah satu drive yang melayani proses ini adalah kebutuhan untuk memproses informasi di mempertahankan tingkat gairah optimal bila memungkinkan.
            Definisi untuk bermain menjadi; bermain adalah bahwa perilaku yang dimotivasi oleh kebutuhan untuk meningkatkan tingkat gairah terhadap optimal. ini berbagi definisi masalah definisi sebelumnya karena tergantung pada imputasi adalah motif dengan pengamat.salah satu drive menjaga perilaku adalah kebutuhan untuk mengoptimalkan gairah, yang tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa perilaku yang sama mungkin mengantisipasi dan memperhitungkan kebutuhan potensial. kontribusi dari berbagai drive untuk perilaku akan sulit untuk diurai.
            Tampaknya bermain murni dapat terjadi hanya ketika semua konsekuensi ekstrinsik dieliminasi dan perilaku didorong pada semata-mata oleh motivasi intrinsik. bermain murni mungkin hanya teoritis mungkin dan berjuang untuk definisi murni hanya masuk akal dalam konteks itu.
            Lebih penting dari perjuangan untuk definisi kedap air adalah perjuangan untuk pemahaman tentang hubungan antara kondisi petugas, drive hipotetis dan perilaku yang dihasilkan yang memenuhi mereka. pekerjaan pada drive informasi yang telah mendapatkan momentum sejak perang dunia II menyediakan banyak link ini baik di tingkat teoritis dan empiris. bermain dan berbaring bekerja pada kontinum.






Tabel 2. Teori modern
Nama
Bermain disebabkan
Penilaian penjelasan ini bahwa
Dapat dikritik karena
  1. Bermain sebagai mencari  gairah.































  1. Kompetensi / reflektansi
Oleh kebutuhan untuk menghasilkan interaksi dengan lingkungan adalah diri yang mengangkat gairah (tingkat bunga atau rangsangan) ke arah yang optimal bagi individu.
















Oleh kebutuhan untuk menghasilkan efek di lingkungan. Efek seperti menunjukkan kompetensi dan menghasilkan perasaan reflektansi.
1.   Ada untuk gairah optimal
2.   Perubahan gairah terhadap optimal menyenangkan
3.   Organisme belajar perilaku yang menghasilkan perasaan dan sebaliknya.
4.   Rangsangan bervariasi dalam kapasitas mereka untuk membangkitkan.
5.   Rangsangan yang membangkitkan adalah mereka yang melibatkan hal-hal baru, kompleksitas, dan / atau .i.c disonansi. Informasi.
6.   Organisme akan dipaksa untuk memancarkan mengubah perilaku dan memelihara keterlibatan dengan rangsangan membangkitkan.
1.   Demonstrasi kompetensi mengarah pada perasaan reflektansi
2.   Efektansi itu menyenangkan
3.   Efektansi  meningkatkan kemungkinan tes kompetensi.
1.   Sangat umum tetapi menangani pertanyaan dari bekerja dan bermain sama baiknya. Sebenarnya adalah pertanyaan keabsahan memisahkan pekerjaan dari bermain.





















1.   Organisme untuk terus menguji apakah masih bisa kompeten menghasilkan efek tampaknya membutuhkan ketidakpastian hasilnya. Ketidakpastian atau informasi tampaknya o menjadi sangat atribut rangsangan yang membangkitkan.
2.   Bisa dikatakan bahwa perilaku kompetensi / reflektansi adalah semacam gairah mencari.




















KESIMPULAN
            Teori-teori modern yang mengkaji tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para tokoh juga berusaha untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
             Teori-teori bermain modern meliputi 1) psikoanalitik: melalui bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi. 2) teori kognitif dibagi menjadi beberapa teori yaitu a) kognitif Piaget: bermain adalah keadaan tidak seimbang dimana asimilasi lebih dominan daripada akomodasi; b) kognitif Vygotsky: bermain bersifat menyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak; c) kognitif Bruner: bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam hal bagaimana seorang anak mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya; d) teori Sutton Smith: percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal (misalnya: pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka; e) teori Singer: bermain memberikan suatu cara bagi anak untuk menunjukan kecepatan masuknya perangsangan (stimulasi), baik dari dunia luar maupun dunia dalam yaitu aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam pengalaman-pengalaman. 3) Teori-teori lain: arousal modulation: bermain disebabkan adanya kebutuhan atau dorongan agar sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. 4) Teori Bateson: bermain bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat bermain tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata.






DAFTAR PUSTAKA
Mayke S. T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: PT Grasindo.

Ellis, M. J. (1973). Why people play. New Jersey: Prentice-Hall,Inc.