BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir ataupun selanjutnya, sebuah rangkaian pada wilayah yang terpisah dari penelitian pada suatu perilaku
telah bersatu dan memberikan
bukti dan teori yang menerangkan bahwa beberapa perilaku menjadi pendorong untuk mempertahankan pengoptimalan gairah. Upaya
penelitian terpisah dimulai pada Perang Dunia II dan berfokus: tingkat kewaspadaan
manusia, manipulasi, eksplorasi
perilaku pada hewan: dan efek dari saraf sensorik dan penghilangan persepsi pada
manusia dan hewan. Kebutuhan untuk mempertahankan pengoptimalan gairah telah
menjadi sebuah pendorong baru dan banyak menambahkan atau mempermainkan gairah yang
penuh teka teki kemudian dapat dijelaskan pada masa pendorong ini. Pada saat seseorang merasakan organisme
memiliki kebiasaan seperti ini merupakan sebuah alternatif untuk mengatasi
kebosanan atau untuk mengatasi stimulasi berlebihan yang tidak menyenangkan. Satu
set perilaku memberikan sebuah fungsi stimulasi pencarian dan lainnya sebagai penghindar stimulasi.
Porsi utama dalam pemberian
perilaku untuk pengoptimalan gairah
adalah berfokus pada
pencarian stimulasi, dan perilaku ini dibuktikan, meliputi bermain seperti yang telah kita lihat.
Efek utama pendorong dan
menghindari stimulasi berbeda dengan mencari stimulasi.
Perilaku diperoleh dengan pengurangan pendorong utama dari intensitas pemberian
sinyal stimulasi internal yang diperlukan. Sebaliknya, perilaku pencarian
stimulasi cenderung diperlukan untuk menambah tingkat stimulasi, biasanya
diperoleh saat organisme. Konsep ini menghindari sebuah tanggapan yang mana
pada teori sebelumnya telah gugur sejak hal ini tidak diterima bahwa keadaan
alami dari seorang manusia dan semua hewan adalah pada kondisi diam, dan konsep
yang terdahulu menyatakan bahwa organisme hanya dapat bekerja untuk
mengembalikan sistem tersebut pada kondisi puncak. Bagian ide dalam keadaan
diam melalui banyak teori-teori perilaku (Freeman, 19-18: Zipf, 1949, untuk melihat tanggapan-tanggapan ini),
dan teori bermain yang telah tercakup.
Pandangan modern pada
perilaku-perilaku ini menyerupai pandangan teori yang telah lebih dulu dilakukan
bahwa perilaku tersebut dapat dipicu: didorong dengan sesuatu atau suatu
sistem. Bagaimana pun, proses
itu adalah sebuah dinamika, setidaknya pada penambahan perilaku hal itu tidak
diperlukan untuk dapat dilakukan. Organisme memiliki sebuah kebutuhan perilaku
pencarian stimulasi yang hanya dapat disela dengan kebutuhan untuk
menghilangkan kelelahan dengan cara tidur dan untuk memuaskan pendorong utama.
Pada kondisi normal organisme dicerminkan melalu suatu keadaan yang gelisah
yang mana pada kondisi ini dapat terlihat secara konstan. Organisme normal
memerlukan penerimaan dari saraf sensori
yang konstan dari lingkungan yang dapat memuaskan kebutuhannya untuk stimulasi.
Perilaku pencarian
stimulasi ini dapat melibatkan aktivitas yang terlihat jelas memiliki potensi
untuk mendukung organisme tersebut atau mungkin tampaknya sia-sia. Pada kasus
sebelumnya perilaku ini dapat diklasifikasikan secara serius dan terdapat pada
kondisinya belakangan. Dengan kata lain, perilaku serius, kinerja, dan memenuhi
dua jenis kebutuhan atau pendorong, yang berhubungan dengan pengurangan
pendorong dan yang berfokus pada stimulasi. Dimana pun penambahan perilaku bermain dapat dipicu hanya dengan kebutuhan untuk
mengstimulasi. Fokus kita adalah terutama pada pencarian stimulasi tanpa merugikan pikiran bahwa pekerjaan dapat menyenangkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Teori Bermain Modern
Teori-teori modern yang mengkaji
tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para
tokoh juga berusaha untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
Teori
|
Peran
Bermain Dalam Perkembangan Anak
|
Psikoanalitik
Kognitif-Piaget
Kognitif-Vygotsky
Kognitif-Bruner
Sutton-Smith
Singer
Teori-teori
lain:
Arousal
Modulation
Bateson
|
Mengatasi
pengalaman traumatik, coping
terhadap frustasi
Mempraktekkan
dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah
dipelajari sebelumnya
Memajukan
berpikir abstrak; belajar dalam kaitan ZPD; pengaturan diri
Memunculkan
fleksibilitas perilaku dan berpikir; Imajinasi dan narasi
Mengatur
kecepatan stimulasi dari dalam dan dari luar
Tetap
membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah sitimulasi
Memajukan
kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna
|
Sumber:
Jonson et al dalam buku Mayke (2001: 6)
a. Teori Psikonalisa (Sigmund
Freud)
Freud didalam buku Mayke (2001:7)
memandang bermain sama seperti sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui
bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan maupun
konflik pribadi. Dengan demikian Freud percaya bahwa bermain memegang peran
penting dalam perkembangan emosi anak. Anak dapat mengeluarkan semua perasaan
negatif, seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/trautamik dan
harapan-harapan yang tidak terwujud dalam realita melalui bermain. Dengan
demikian, bermain mempunyai efek katartis. Melalui bermain, anak dapat
mengambil peran aktif sebagai pemrasaran dan memindahkan perasaan negatif ke
objek/orang pengganti. Sebagai contoh, setelah mendapat hukuman fisik dari
guru, anak dapat menyalurkan perasaan marahnya dengan bermain pura-pura memukul
boneka. Dengan mengulang-ulang pengalaman negatif melalui bermain, menyebabkan anak
dapat mengatasi kejadian yang tidak menyenangkan karena anak dapat membagi
pengalaman tersebut ke dalam bagian-bagian kecil yang dapat dikuasainya. Secara
perlahan dia dapat mengasimilasi emosi-emosi negatif berkenan dengan
pengalamannya sehingga timbul perasaan lega.
Dalam hal ini Freud tidak
mengemukakan pengertian bermain, tetapi memandang bermain sebagai cara yang
digunakan anak untuk mengatasi masalahnya. Pandangan Freud tentang bermain
akhirnya memberi ilham pada para ahli ilmu jiwa untuk memanfaatkan bermain
sebagai alat diagnose terhadap masalah anak ataupun sarana ‘mengobati’ jiwa
anak yang dimanifestasikan dalam terapi bermain.
b. Teori Kognitif
Para tokoh bergabung dalam teori
kognitif antara lain Jean Piaget, Vygotsky, Bruner, Sutton Smith serta Singer,
masing-masing memberikn pandangannya mengenai bermain.
1. Jean Piaget
Mengemukakan teori yang rinci
mengenai perkembangan intelektual anak. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001:
7), anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai akhirnya proses berpikir
anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Sejalan dengan tahapan perkembangan
kognisinya, kegiatan bermain mengalami perubahan dari tahap sensori-motor,
bermain khayal sampai kepada bermain sosial yang disertai aturan permainan. Dalam
teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisi anak,
tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri.
Menurut Piaget, dalam proses belajar perlu adaptasi dan adaptasi membutuhkan
keseimbangan antara 2 proses yang saling menunjang yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses penggabungan informasi baru yang ditemui
dalam realitas dengan struktur kognisi seseorang. Dalam proses ini bisa terjadi
distorsi, modifikasi atau ‘pembelokkan’ realitas untuk disesuaikan dengan
struktur kognisi yang dimiliki anak. Akomodasi adalah mengubah struktur kognisi
seseorang untuk disesuaikan, diselaraskan dengan atau meniru apa yang diamati
dalam realitas. Menurut Piaget dalam buku Mayke (2001: 8) bermain adalah
keadaan tidak seimbang dimana asimilasi lebih dominan daripada akomodasi.
Imitasi juga mencerinkan keadaan tidak seimbang karena akomodasi mendominasi
asimilasi. Situasi yang tidak seimbang dengan sendirinya tidak menunjang proses
belajar, atau secara intelektual tidak adaptif. Selanjutnya Piaget mengemukan
bahwa saat bermain anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar
mempraktekkan dan mengkonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Jadi
walaupun bermain bukan penentu utama untuk perkembangan kognisi, bermain
memberika sumbangan penting. Contohnya, pada episode bermain peran yang
dilakukan seorang anak bersama teman-temannya,terjadi beberapa transformasi
simbolik seperti pura-pura menggunakan
balok sebagai telur. Dari permainan itu anak tidak belajar keterampilan baru,
namun dia belajar mempraktekkan keterampilan mempresentasikan apa-apa yang
telah dipelajari sebelumnya (yang diperoleh dalam konteks bukan bermain).
Piaget menyadari bahwa peranan praktek dan konsolidasi melalui bermain sangat
penting karena keterampilan yang baru diperoleh akan segera hilang kalau tidak
dipraktekan dan dikonsolidasikan.
Perkembangan bermain berhubungan
dengan perkembangan kecerdasan seseorang, maka taraf kecerdasan seorang anak
akan mempengaruhi kegiatan bermainnya. Artinya bila anak mempunyai taraf
kecerdasan di bawah rata-rata, kegiatan bermain mengalami seorang anak
tergolong terbelakang mental sedang (I.Q. sekitar 50 menurut skala Wecsler),
walaupun sudah berusia 17 tahun perilaku bermainnya sama seperti anak usia
prasekolah, dia tidak mampu mengikuti kegiatan bermain yang membutuhkan
strategi seperti permainan monopoli. Sebaliknya anak yang cerdas, dengan usia
mental melebihi anak-anak lain seusianyam mampu melakukan kegiatan bermain yang
lebih tinggi dari tingkat usianya. Misalnya walaupun baru berusia 6 tahun,
tetapi sudah mampu mengikuti permainan yang membutuhkan strategi berpikir
seperti catur. Oleh karena itu, biasanya anak yang cerdas lebih suka bermain
dengan anak yang usianya lebih tua sedangkan anak yang kurang cerdas merasa
lebih cocok dengan anak yang lebih muda usianya.
2. Lev Vygotsky
Vygotsky adalah seorang psikog
berembangsaan Rusia yang meyakin bahwa bermain mempunyai peran langsung tehadap
perkembangan kognisi seorang anak. Menurut Vygotsky dalam buku Mayke (2001: 9),
anak kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi mereka, meaning (makna) dan objek berbaur
menjadi satu. Akibatnya, anak tidak dapat berpikir dalam kegiatan bermain
khayal dan menggunakan objek misalnya sepotong kayu untuk mewakili benda lain
yaitu ‘kuda’ dari kuda sesungguhnya. Dengan demikian akhirnya anak mampu
berpikir mengenai meaning secara
terpisah dari objek yang mewakilinya. Jadi bermain simbolik mempunyai peran
penting/krusial dalam perkembangan berpikir abstrak.
Vygotsky membedakan 2 tahap
perkembangan yaitu yang actual (independent
performance) dan potensial (assisted
performance) dengan zone of proximal
development/ Z.P.D (menurut Hetherington & Parke dalam buku Mayke 2001:
9). Z.P.D adalah jarak antara actual dan potensial. Menurut Vygotsky dalam buku
Mayke (2001: 10), bermain adalah self
help tool. Seringkali keterlibatan anak dalam kegiatan bermain dengan
sendirinya mengalami kemajuan dalam perkembangannya. Bahkan bermain memajukan
Z.P.D anak, membantu mereka mencapai tingkatan lebih tinggi dalam memfungsikan
kemampuannya. Potensi, dalam Z.P.D. adalah kondisi transisi dimana anak
membutuhkan bantuan khusus atau scafolding
untuk meraih apa yang bisa mereka capai. Biasanya scaffolding berupa dukungan otang yang lebih ahli seperti sesame
teman, guru, orang tua, saudara. Dalam bermain, anak dapat menciptakan scaffolding secara mandiri baik dalam
kontrol diri, penggunaan bahasa, daya ingat, dan kerja sama dengan teman lain.
Misalnya seorang anak yang rewel dan menangis kalau disuruh tidur, dalam
situasi bermain pura-pura dia akan naik ke tempat tidur tanpa menangis. Dalam
bermain, anak mampu mengendalikan dirinya karena ‘kerangka’ bermain berada
dibawah kontrol anak atau dilakukan dalam situasi imajiner. Anak dapat
pura-pura menangis dan mampu menghentikan tangisannya secara tiba-tiba, berbeda
dengan situasi nyata dalam keehidupan sehari-hari. Dibandingkan dengan situasi
lain, dalam situasi bermain anak memiliki perhatian (atensi), daya ingat,
bahasa dan kooperasai yang lebih baik. Vygotsky memandang bermain identik
dengan ‘kaca pembesar’ yang dapat menelaah kemampuan baru dari anak yang
bersifat potensial sebelum diaktualisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam
kondisi formal seperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifat
menyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga
mempunyai peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Ketiga aspek
yaitu kognisi,sosial, dan emosi saling berhubungan satu sama lain dan sudah
tergambar jelas pada contoh yang diberikan saat anak bermain pura-pura.
3. Jerome Bruner
Bruner dalam buku Mayke (2001: 11) memberi penekan
pada fungsi bermain sebagai sarana mengembangkan keativitas dan fleksibilitas.
Dalam bermain, yang lebih penting bagi anak adalah makna bermain dan bukan
hasil akhirnya. Saat bermain, anak tidak memikirkan sasaran yang akan dicapa,
seghingga dia mampu bereskprimen dengan memadukan berbagai perilaku baru serta
‘tidak biasanya’. Keadaan seperti itu tidak mungkin dilakukan kalau dia berada
dalam kondisi tertekan. Sekali anak mencoba memadukan perilaku baru, mereka
dapat menggunakan pengalaman tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupan
sebenarnya. Perilaku-perilaku rutin yang dipraktekkan dan dipelajari berulang-ulang
dalam situasi bermain akan terintegrasi dan bermanfaat untuk memantapkan pola
perilaku sehari-hari. Jadi, bermain dapat mengembangkan fleksibilitas dengan
banyakny pilihan-pilihan perilaku anak. Selanjutnya, bermain memugkinkan anak
bereksplorasi terhadap berbagai kemungkinan yang ada, karena situasi bermain
membuat anak lebih terlindung dari akibat yang akan diderita kalau hal itu
dilakukan dalam situasi sehari-hari. Bagi Bruner, hasil ini memperlihatkan
manfaat adaptif dari bermain yaitu saat perkembangan manuasia masih berada
dalam tahap belum ‘matang’ dan masih berevolusi.
Berikutnya Bruner dalam buku Mayke (2001:11)
menekankan narrative modes of thinking, dalam artian fungsi dari intelek
berhubungan erat dengan makna (meaning),
rekonstruksi pengalaman dan imajinasi. Jadi dari sudut pandang Bruner, dalam
perkembangan dan pendidikan manusia aspek naratif memegang peran penting.
Bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam hal bagaimana seorang anak
mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya.
4. Sutton Smith
Smith dalam buku Mayke (2001: 11)
percaya bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal
(misalnya: pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan transformasi
simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka.
Dengan demikian, anak dapat menggunakan idea-ideanya dengan cara baru serta
tidak biasa dan mengahsilkan idea kreatif yang dapat diterapkan untuk tujuan
adatif.
Teori yang dikemukan Jerome Bruner
dan Sutton Smith ada hubungannya dengan pendapat Groos. Bedanya, kedua teori
modern ini menekankan pada pengembangn fleksibilitas, bukan sekedar
mempraktekkan keterampilan tertentu. Smith dalam buku Mayke (2001: 12)
menegemukakan bermain sebagai adaptive
potentiantion; maksudnya bermain memberikan berbagai kemungkinan sehingga
anak dapat menentukan bermacam pilihan dan mengatur fleksibilitas secara baik.
Terakhir, Sutton Smith dalam buku
Mayke (2001: 12) memperkenalkan teori baru tentang bermain yaitu bermain
merupakan adaptive variability. Dalam
teori ini dia melakukan analogi antara bermain dengan evolusi yang didasarkan
pada penelitian terakhir dalam bidang neuro
science serta teori evolusi dari Stephen Jay Gould (1995). Dalam teorinya,
Sutton Smith mengatakan bahwa variabilitas bermain memegang faktor kunci dalam
perkembangan manusia. Pentingnya bermain bagi perkembangan manuasia adalah
untuk menunjang potensi adaptif dalam artian luas. Hasil penelitian dalam
bidang neurologi menunjukkan bahwapotensi adaptif ini terbentuk dalam
perkembangan otak manusia yang berlangsung pada masa dini (Nelsin dan Bloom
dalam buku Mayke, 2001:12). Mulai usia 10 bulan sampai 10 tahun jumlah koneksi
sinaps mengalami penurunan dari 1000 trilyun menjadi 500 trilyun (Smith dalam
buku Mayke, 2001: 12). Berarti bila otak berada dalam tahap potensial yang
tinggi, demikian pula halnya dengan bermain. Jadi fungsi bermain pada usia dini
dapat membantu aktualisasi potensial otak karena menyimpan lebih banyak
variabilitas yang secara potensial sudah ada di dalam otak.
c. Teori Singer
Berbeda dengan Freud fan Piaget,
Singer dalam buku Mayke (2001: 11) menganggap bermain, terutama bermain
imajinatif sebagai kekuatan posif untuk perkembangan manusia. Dia tidak setuju
pada pendapat Freud yang menganggap bermain sebagai mekanisme coping terhadap
ketidakmatangan emosi. Dia juga mengkritik Piaget yang menganggap bermain
sebagai dominasi asimilasi. Bagi Jerome Singer dalam buku Mayke (2001: 12)
mengatakan bermain memberikan suatu cara bagi anak untuk menunjukan kecepatan
masuknya perangsangan (stimulasi), baik dari dunia luar maupun dunia dalam
yaitu aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam
pengalaman-pengalaman. Melalui bermain,anak dapat mengptimalkan laju stimulasi
dari luar dan dari dalam, karena itu mengalami emosi yang menyenangkan. Tidak
menjadikan anak ‘bengong’ karena terlalu banyak stimulasi atau bosan karena
kurangnya stimulasi. Contohnya, anak yang tidak punya kegiatan selama menunggu
di lapangan terbang, dapat terlibat dengan stimulasi yang berasal dari dalam
yaitu bermain imajinatif.
d. Teori-teori Lain
Arrousal Modulation Theory.
Dikembangkan oleh Berlyne (1960) dan
dimodifikasi oleh Ellis (1973). Teori ini menekankan pada anak yang bermain
sendirian (soliter) atau anak yang
suka menjelajah objek di lingkungannya. Menurut teori arrousal, bermain disebabkan adanya kebutuhan atau dorongan agar
sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. Bila terlalu banyak
stimulasi, arrousal akan meningkat
sampai batas yang kurang sesuai dan menyebabkan seseorang akan mengurangi
aktivitasnya. Contoh, bila anak mendapatkan mainan baru maka arrousal meningkat dan dengan
mengeksplorasi benda asing itu arrousal akan
menurun sehingga anak menjadi terbiasa dengan benda tersebut. Sebaliknya kalau
kurang stimulus akan timbul rasa bosan sebab tingkat arrousal menurun tajam.
Ellis dalam buku Mayke (2001: 13)
menganggap bermain sebagai aktivitas mencari rangsang (stimulus) yang dapat meningkatkan arrousal secara optimal. Bermain menambah stimulasi dengan
menggunakan objek dan tindakan baru serta tidak biasa. Contohnya, kalau anak
bosan main perosotan dari atas ke bawah, dia dapat meningkatkan stimulasi
dengan berjalan menaiki papan perosostan dari bawah ke atas. Jadi menurut Ellis
dalam buku Mayke (200:13) bermain adalah stimulation
producing activity yang disebabkan tingkat arrousal yang rendah. Teori Ellis banyak diterapkan dalam
perancangan dan penggunaan alat permaianan serta bermain.
e. Teori Bateson
Menurut Bateson dalam buku Mayke (2001: 13)
bermain bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat bermain
tidak sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata. Saat
‘bergelutan’ misalnya, serangan yang dilakukan berbeda dengan tindakan memukul
yang sebenarnya. Sebelum terlibat dalam kegiatan bermain, perlu ‘kerangka’ atau
konteks sehingga orang lain tahu bahwa apa yang terjadi dalam kegiatan bermain bukanlah yang
sesungguhnya. Yang menjadi tanda bahwa itu bukan sungguh-sungguh adalah
keceriaan, senyum dan tawa yang ditunjukkan anak. Bila kerangka bermain tidak
ditentukan, anak lain akan menginterprestasikan ‘serangan’ anak sebagai
serangan yang sesungguhnya. Saat bermain, anak akan belajar untuk sekaligus
menjalakan dua tahapan. Pada tahap yang satu, anak terlibat dalam peran
pura-pura dan memfokuskan diri pada bermain pura-pura. Secara bersamaan, mereka
menyadari identitas diri masing-masing dan arti yang sesungguhnya dari objek
dan tindakan yang mereka gunakan dalam bermain.
Teori Bateson meransang minat dalam
aspek komunikasi dari kegiatan bermain. Saat bermain peran, anak bisa
mengubah-ubah status antara peran pura-pura dengan identitas sesungguhnya.
Misalnya saat bermain peran tiba-tiba anak yang berperan sebagai ‘bayi’ berjalan-jalan
sendiri, maka anak lain segera akan memberi komentar bahwa bayi belum bisa
berjalan seperti itu.
Menurut Bateson dalam buku (2001:
14) mengatakan bahwa bermain tidak akan muncul dalam keadaan vakum. Play text, kegiatan bermain itu sendiri
selalu dipengaruhi oleh konteks, yaitu keadaan sekitar dimana kegiatan
berlangsung. Schwartzman dalam buku Mayke (2001: 14) memberi contoh status
sosial anak mempengaruhi kegiatan bermainnya, misalnya anak termuda, mendapat peran
sebagai orang yang disuruh-suruh.
Pembedaan konteks yang diajukan
Bateson merangsang minat dalam play texts.
Frein dan ahli lainnya dalam buku Mayke (2001: 14) menemukan developmental trends dalam transformasi
simbolik yang digunaka anak saat bermain pura-pura. Contohnya, anak yang
berusia sekitar 2 tahun menggunakan simbol yang secara fisik mewakili objek
yang direpsesentasikan. Misalnya untuk mewakili sisir, digunakan kayu berbentuk
persegi panjang. Pada anak yang lebih besar, dapat menggunakan simbol yang
tidak mirip dengan objek yang diwakili sehingga bisa saja mobil-mobilan
dianggap sebagai sisir.
Wolf dan Grollman dalam buku Mayke
(2001: 14) menekankan aspek yang berbeda mengenai play text. Mereka meneliti kecenderungan usia terhadap organisasi
naratif dalam kegiatan bermain anak. Hasilnya, dengan bertambahnya usia anak, script yang digunakan akan lebih
terintegrasi dan lebih kompleks. Hasil penelitian ini memberi masukan tentang
perilaku bermain dan bagaimana perubahan yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia anak.
2.
Neophilia dan Neophobia
Morris dalam
buku Ellis (1973: 81) menyatakan hewan-hewan dibagi menjadi dua kelompok,
neophilic dan neophobic. Ia mengkarakteristikan bahwa hewan neophilic atau baru menyukai orang-orang dengan sebuah repetoar kehidupan yang luas yang tinggal
pada lingkungan yang
mudah dipengaruhi dimana respons untuk
beradaptasi dan mengikuti informasi lingkungan terkini berada pada kondisi selektif. Ia menunjukan
bahwa hal ini sebagai usaha dari hewan-hewan kerajaan seperti tikus, anjing,
beruang dan primata. Menurut Giibin dalam Ayun (2013) mengatakan
bahwa neophilia dapat diartikan sebagai kecintaan terhadap hal baru.
Secara logika, seseorang yang memiliki kecintaan terhadap sesuatu hal, maka ia
akan cenderung berusaha mencari hal tersebut untuk mendapatkannya.
Demikian juga dengan orang yang memiliki kecintaan terhadap hal baru (neophilia).
Baik secara sengaja ataupun tidak, mereka juga akan memiliki kecenderungan
untuk mencari hal-hal baru tersebut. Hal ini dilakukan semata-mata untuk
memenuhi kepuasannya sebagai bentuk aktualisasi id yang bersifat
irasional (Calvin dalam Ayun, 2013). Pada sisi lain, hewan
neophobic memiliki spesifikasi yang lebih tinggi, tinggal pada tempat yang lebih kaku dengan repertoar perilaku yang lebih kecil, seperti reptil. Neophobia adalah takut hal-hal atau pengalaman baru. Dalam psikologi,
neophobia didefinisikan sebagai ketakutan terus-menerus dan abnormal akan
sesuatu yang baru. Dalam bentuk yang lebih ringan, ia dapat bermanifestasi
sebagai keengganan untuk mencoba hal-hal baru atau istirahat dari rutinitas.
Pendapat Morris
terbentuk saat perilaku permainan terlihat menjadi
kriteria dari klasifikasi tersebut, di mana saat bermain ditegaskan saat perlakuan yang tidak bermanfaat ditambahkan pada
hewan neophilic. Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) mengintegrasikan pemikiran pada
sistem neuroanatomi sistem otak dan kompleksitas perilaku dari vertebrata. Otak
pada hewan vertebrata terlihat memilik dua dominan area yang Hebb dalam Ellis (1973: 82) tunjukkan secara alami
sebagai sebuah asosiasi dan area motor sensorik. Rasio perkiraan untuk area ini yang menunjukkan
penggunaan fungsi ini dianggap sebagai sumber ia sebut dengan rasio A/S.
Koresponden rasio ini yang mana Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) sebut sebagai rasio I/E. Rasio I/E berhubungan
dengan tingkat fokus otak pada kondisi saraf yang timbul pada internal (pada
hakekatnya) untuk menyetujui tingkat fokus pada kondisi eksternal atau sistem
saraf ekstrinsik. Mereka hanya melakukan sebuah penamaan pada asosiasi
Hebb melawan rasio motor sensorik.
Hal penting pada rasio ini dijelaskan oleh
Hunt dalam buku Ellis (1973: 82) sebagai berikut:
Rasio
rendah pada hewan vertebrata seperti reptil dam amphibi, di mana ketersediaan
anatomi untuk proses pusat semi-autonomi diintervensi antara masukan reseptor dan
keluaran saraf motor sangat terbatas. Hal ini bertambah pada perlakuan pada
hewan mamalia, dan mencapai tingkat maksimum pada manusia.
Dengan demikian, penambahan rasio I/E atau E/S, ketegasan
pada perilaku ditunjukkan dengan pengurangan hewan, dan kapasitas perilaku
baru, pemberian masukan yang lebih sesuai dengan lingkungan mereka, bertambah.
Hewan-hewan dengan porsi otak yang lebih besar memberikan respon lebih,
strategi utama pada suatu spesies agar dapat berhasil adalah dengan tidak
menjalin respon yang tidak termodulasi secara keras untuk
diberikan sebagai pola stimulasi. Dengan demikian, rangkaian kesatuan pada
hewan vertebrata diatur berdasarkan urutan pada rasio A/S mereka secara
signifikan memiliki kesamaan pada pengelompokan Morris pada vertebrata selama
teori neophobic-neopholic terbentuk.
Proses ini, di mana seperti menjadi
suatu tren pada evolusi hewan vertebrata
dapat terlihat pada lingkungan mereka dengan cara menunjukkan sebuah proses
seleksi Darwin dari kecocokan hanya dapat terlihat berjalan lambat dan
kira-kira sering digunakan untuk melihat kemungkinan tajam untuk mengubah modus
vivendinya. Spesies yang berperilaku secara fleksibel lebih dapat memodifikasi
perilaku mereka dengan rentang hidup dari seorang individu. Dengan demikian, pada variabel
stimulasi keperluan mendesak untuk berhasil akan mengupayakan sebuah tekanan
tertentu pada kondisi fleksibel. Untuk melangkah lebih jauh, perubahan yang
tidak terprediksi akan menunjukkan kesempatan yang sangat baik, individu paling
sesuai untuk perilaku kondisi baru dan morfolofi akan menjadi sebuah keuntungan
yang sangat selektif.
Pandangan pencarian stimulasi pada
konteks ini akan terlihat jelas saat menjadi faktor penetu keberhasilannya. Pertanyaan
mengenai mekanisme intervensi penting apa yang dapat menimbulkan perilaku pada
bagian ini. Ada dua penjelasan yang berkaitan erat yang bergantung pada
mekanisme intervensi yang sama yang mempertahankan perilaku bermain atau yang tidak
bermafaat. Pertama mengidentifikasi sebuah pendorong untuk stimulasi baru
terjadi yang mengkarakterisitikan pada permainan sebagai perilaku pencarian
stimulasi. Pernyatan lain bahwa perilaku yang
tidak bermanfaat pada hewan akan terpelihara oleh suatu kebutuhan untuk
menghasilkan efek terhadap lingkungan untuk menunjukkan kompetensi dan ini
adalah konsep White (1959) dari motivasi kopetensi
atau efek samping.
3.
Bermain Sebagai Pencarian Stimulasi: Sejarah Ide
Seperti konsep sentral
pada umumnya untuk sebuah teori tidak dipecahkan dengan suasana siap untuk
pembentukan instan. Ide dari pencarian stimulasi telah memiliki sejarah yang
panjang. Gagasan pertama muncul dari Pavlov (1927) yang mendeskripsi investigasi atau
berorientasi refleks.
Pada refleks ini yang
mana membawa tanggapan langsung pada manusia
dan hewan untuk sedikit mengubah dunia di sekitar mereka, sehingga
mereka akan segera menunjukkan arah organ reseptor mereka tepat sesuai dengan
kualitas yang dilihat mengenai perubahan, membuat
penyelidikan penuh mengenai ini. Reflek signifikan biologis yang terjadi sangat
jelas. Jika pada hewan yang tidak tersedia sebuah refleks pada hidupnya akan
bergantung setiap saat dengan sebuah urutan. Pada manusia reflek ini telah
sangat terbentuk dengan hasil yang besar, dengan direpresentasikan dalam bentuk
yang paling tinggi oleh keingintahuan - metode ilmiah yang lebih tua melalui
yang mana kita berharap suatu hari akan datang sebuah orientasi yang benar pada
pengetahuan mengenai dunia sekitar kita (Pavlov dalam buku Ellis, 1973: 83-84)
Terjadinya perubahan
terhadap deteksi pada lingkungan stimulasi akan menimbulkan reflek yang
berorientasi yang akan dijelaskan secara rinci oleh Berlyne dalam buku Ellis (1973: 84). Perubahan yang banyak,
perlakuan berlebihan melalui sebuah variasi mekanisme fisiologis. Mereka
berfungsi secara umum untuk membuat hewan tersebut secara tepat cepat
mengeksekusi respon. Respon ini berhenti sampai informasi yang memadai terlah
diterima berkaitan dengan keputusan baru yang diambil yang dianggap sebagai
tindakan yang tepat. Orientasi reflek untuk sebuah stimulasi tertentu dapat
dihilangkan dengan mengulang tindakan itu dan memberikan stimulasi yang tidak
berdampak pada sinyal kondisi kritis lainnya, hewan itu akan segera berhenti
terkejut dengan hal itu dan menjadi terbiasa dengan lingkungan sekitar. Hal ini
disadari setelah bertahun-tahun bahwa seekor hewan mampu melakukan perhatian secara
selektif. Hanya peristiwa stimulasi baru atau ketertarikan mereka pada yang lain dan kondisi penting yang menjadi
subjek dari hasil penelitian ini. Banyaknya peristiwa stimulasi serupa dan tindakan yang diharapkan tidak
diperlukan.
Kurangnya ketidaksesuaian
antara ekspektasi saat ini dan sebuah kejadian stimulasi ditandai dan terlihat
dari perhatian yang diberikan. Proses pemantauan masukan pada sensorik harus
terjadi secara otomatis hanya karena sebuah keanehan dilakukan pada saat pusat
kesadaran tertinggi terganggu. Meskipun pentingnya suatu keberhasilan,
pemilihan peristiwa mengejutkan untuk diperhatikan tidak tidak dijelaskan secara
sengaja pada masukan stimulasi yang baru atau alternatif pada situasi stimulasi
yang dapay mengkarakteristik hewan neophilic. Permasalahan ini ditunjukan sejak
lama oleh (Mc Dougall dalam buku Ellis 1973: 84-85).
Mc Dougall menyimpulkan bahwa ada naluri rasa ingin
tahu yang tidak diarahkan pada sebuah kegiatan tertentu atau objek. Fungsi ini
disiapkan secara sederhana pada hewan untuk melatih naluri yang lebih spesifik
dengan mengumpulkan informasi.
Objek (menggunakan kata
ini lagi dengan cara yang lebih luas untuk meliputi setiap kondisi persepsi)
yang membangkitkan rasa ingin tahu harus memiliki beberapa tingkatan kemiripan
dengan objek yang secara normal dapat membangkitkan beberapa naluri lainnya,
atau dapat menjatuhkan perhatian bianatang tersebut; tetapi, pada kondisi
tertentu, hal ini menjadi keharusan sebagai pendorong dari hal yang tidak biasa
yang tidak merangsang insting lain atau akan gagal membangkitkan kekuatannya (Mc Dougall dalam
buku Ellis 1973: 84-85).
Mc Dougall mengerti
perhatian
selektif bergantung pada sebuah ketidaksesuaian antara ekspektasi dan kenyataan,
mengetahui hal ini maka penting untuk bertahan, dan pada
vertebrata yang lebih
tinggi sering sengaja eksplorasi
aktivitas. Namun, ia tidak memiliki cara untuk menjelaskan
perilaku ini. Pada masanya ia hanya mengakui
bahwa harus ada sebuah insting untuk mendorong suatu perilaku.
4. Penelitian Terbaru
Setelah masa
naluri diikuti Perang Dunia II dan
masa dari pembelajaran teori fisiologi pada tahun 40an. Selama periode ini
fokus lebih besar pada fisiologi pengurangan kebutuhan. Bagaimanapun, selama periode ini ada
3 jalur utama dari penelitian yang didalamnya terdapat fase empiris,
pergerakan data untuk lompatan teoritis yang
terjadi pada akhir tahun 50an dan 60an. Upaya ini,
penelitian pada kewaspadaan manusia, deprivasi sensor, dan perilaku
memanipulasi eksplorasi, semua akhirnya terlihat secara luas
terpisah, akhirnya semua kontribusi terhadap tubuh pada
teori yang
berfokus pada dorongan dan perilaku
pencairan dorongan.
"Penelitian
kewaspadaan berfokus pada perhatian subjek dan kemampuannya untuk mendeteksi
perubahan di kejadian stimulasi selama
suatu waktu tertentu pengamatan terus menerus (Frankmann
& Adams dalam buku
Ellis, 1973: 85). Pada penelitian sebelumnya
tentang kewaspadaan distimulasi dengan penerapan teknologi
untuk kemampuan menonton.Radar, sonar, dan asdic semua
diperlukan untuk mempresentasikan sebuah deteksi sinyal dan mereka
terlihat tidak
dapat untuk mengatur tingkat kinerja kritis mereka.
Mackworth dalam buku Ellis
(1973: 85) mengatakan pentingnya menggunakan
sebuah tes
waktu sederhana yang mana subjek kadang-kadang
harus mendeteksi lompatan ganda secepat
mungkin.
Mackworth melaporkan sebuah awal penurunan yang
mengejutkan dalam tingkat deteksi selama dua jam menonton. Dalam serangkaian penelitian yang bertujuan
untuk menemukan mengapa penurunan ini terjadi, Mackworth mencatat
bahwa sebuah panggilan telephone
untuk mengecek subjek apakah semua performa dikembalikan secara tepat.
Hebb dalam buku Ellis (1973: 86) mengemukakan bahwa keadaan alami sistem kecemasan dalam keadaan
tidak tenang, dan cara penghilang
stimulasi sensori itu diperlukan untuk menguji teorinya itu. Dari hal ini
telah dikembangkan sebuah penelitian
tentang toleransi seseorang pada tubuh yang lebih luas untuk secara langsung
mengurangi masukan stimulasi. Paradigma dasar adalah dengan mengurangi jumlah pencapaian stimulasi pada subjek untuk kurun waktu yang lebih lama dan
mengamati efek fungsi psikologi pada subjek; penampilan yang diberikannya;
kemampuan untuk mengubah perilakunya, perilaku umumnya, perubahan ritme dan
hasil pengalamannya.
Pada awal penelitian ia berusaha
untuk mencabut sumber stimulasi dengan keadaan lingkungan dan yang dihasilkan
oleh subjek. Mereka diberi
keringanan pada air
turbulensi dengan mengabaikan
temperature pada sebuah tangki kedap suara dan mengatakan untuk bergantung. Pada awal laporan ini sangat
mengkhawatirkan. Meskipun laporan itu
sendiri menunjukkan bahwa setelah tidur pengalaman ini berlawanan, beberapa subjek mempertahankan kehialangan kesadaran mereka
sampai mereka berhalusinasi. Setelah itu perilaku mereka terganggu dalam
berbagai cara, kadang-kadang selama beberapa minggu (Zubet dalam buku Ellis,
1973: 87)
Percobaan selanjutnya tidak
mengulangi halusinasi sebelumnya, mungkin karena publisitas atau karena
pengalaman dianggap kurang berbahaya karena orang lain berhasil, tetapi
penelitian tersebut terus mengumpulkan data. Penemuan utama adalah bahwa
keberadaan stimulasi itu sendiri tidak cukup untuk menghilangkan efek keadaan
berlawanan pada pengaturan eksperimen. Jumlah kuantitas energi stimulasi seperti
yang dapat diperlihatkan dalam keadaan
normal tidak cukup untuk mencegah efek dari pengurangannya. Faktor penting yang
tampak bermakna pada keberadaan pola pada stimulasi.Mendesis atau sedikit kebisingan
dapat membangkitkan energi yang sama pada telinga, tapi subjek tidak dapat
menghasilkan itu dari pola masukan yang dihadirkan. Penghapusan bentuk, pola
atau makna dari masukan pada subjek yang dihasilkan saat beradapada
penghilangan persepsi, sebagai penghapusan terpisah dari semua stimulasi atau penghilangan
sensorik.
Kebanyakan fokus beberapa
teori pada efek sensorik dan penghilangan persepsi menjadi sebuah konsep pengoptimalan stimulasi
dan secara hati-hati ditinjau oleh Jones (1969), Zuckerman
(1969), dan Suedfeld (1969). Fokus utama yang dibuat adalah ada sebuah kebutuhan yang jelas terlihat untuk memasukan stimulasi
yang berisi pola atau informasi dan dimana masukan ini, bergantung pada berbagai variabel lainnya, yang dapat mengubah keadaan subjek. Salah satu penambah
gairah dan efek yangter sebagai mediasi pada sistem
kekhawatiran, kemungkinan oleh sistem retikulasi gairah.
Sementara penelitian pada pengurangan
sensorik dan tingkat
kewaspadaan dilanjutkan, penelitian ini sudah
berlangsung di sebuah kelas perilaku yang ditunjukkan oleh hewan yang disusun pada konteks teori pengurangan kebutuhan untuk memotivasi kebutuhan
yang kemungkinan masih ada. Dua kelompok perilaku terlihat
tanpa perluimbalan ekstrinsik.Monyet memperlihatkan untuk memiliki kecenderungan untuk memanipulasi unsur dalam lingkungannya dan tikus menekplorasi situasi
baru secara independen yang yang bergantung pada perilakunya.
Monyet telah menunjukkan
untuk bertahan dalam memanipulasi alat yang
diperlukan (Harlow, Harlow & Meyer, 1950; Harlow, 1950) meskipun mereka
tidak pernah dihubungkan dengan imbalan. Hewan-hewan tersebut terlihat tampak
termotivasi hanya dengan keadaan yang mebuat penasaran dan bertahan pada
perilaku mereka. Dua penjelasan lanjut. Halow dalam Ellis (1973:87) menambahkan
sebuah pendorong untuk memperhitungkan perilaku dengan menegaskan bahwa
diperlukan tambahan pendorong manipulasi. Hal lain, sebuah konsep secara umum,
digambarkan oleh Nissen dalam buku Ellis (1973: 87) menyatakan bahwa kemampuan
untuk memancarkan sebuahrespon adalah dari respon itu sendiri. Ekspresi lain
dari konsep yang terlihat pada perlakuan model primer menurut Woodworth dan
konsep efek motivasi menurut White yang mana akan dijelaskan pada bab
selanjutnya.
Nissen dalam buku Ellis (1973: 88) menunjukkan bahwa
tikus akan melewati jaringan listrik dalam rangka untuk mendapatkan kesempatan
untuk mengeksplorasi apa yang ada di sisi lain. Pada 1953, Montgomery telah
menunjukkan bahwa tikus akan menyelidiki hal itu tercapai atau tidak, ada
kesempatan untuk menjelajahi sebuah labirin yang lebih komplek akan memperkuatnya
(1954). Harlow dalam buku Ellis (1973: 88) mencatat bahwa tikus akan memilih
untuk pergi menjelajahi rute yang lebih panjang pada labirin dalam perjalanan
mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, biasanya karena hasil
instrinsik yang terkait dengan pengalaman yang lebih komplek.
Penelitian terkini dan
berbagai pengertian teoritis yang berasal dari penelitian ini pada manipulasi
dan eksplorasi yang terintegrasi didefinisikan oleh Berlyne, pertama pada
bukunya “Conflict, Arousal and Curiosity” (1960), dan kemudian pada beberapa
artikel lain (Berlyne, 1963,1966,1968). Ciri penting dari integrasinya pada
beberapa perilaku ini tidak untuk sebuah koleksi penamaan motif, tapi untuk
sebuah formula teoritis yang dimiliki
pada suatu mekanisme. Hal ini menyebabkan sebuah formula yang lebih tepat pada
apa yang terjadi di dalam hewan selama ia menunjukkan penambahan perilaku
berlebihan. Integrasi Berlyne terimplikasi sistem retikulasi lagi.
Meskipun tiga bagian
penelitian secara ringkas menyinggungnya namun tidak terintegrasi langsung, teori perilaku
yang dikemukakan oleh Berlyne dan lainnya dapat membawa integrasi tersebut.Teori-teori perilaku ini menerima banyak masukan
pemikiran dan neuropsikologi pada siapa sistem retikulasi gairah ini
ditemukaan. Pengetahuanyang mereka berikan dalam kelompok perilaku yang tidak
terlihat didorong dengan model penurunan kebutuhan tradisional yang kuat.
5. Menghindari Gairah
Bermain tampaknya menjadi
kata yang kita gunakan mengkategorikan perilaku yang meningkatkan gairah. kita
tidak memiliki kata untuk kelas perilaku yang mengakibatkan tingkat gairah.
Meskipun menghindari gairah merupakan daerah penting yang menjadi perhatian
kita kurang tertarik di dalamnya karena sebagai manusia kita sering dapat
melarikan diri lebih-membangkitkan situasi. perjuangan utama kami adalah untuk
stimulasi (Morris dalam Ellis,2001: 107) tetapi ini diperlukan
untuk melengkapi kasus dengan termasuk jenis perilaku yang memiliki efek
sebaliknya untuk bermain, yaitu stimulus-avoidance.
Laporan dibuat mengenai
bahwa tingkat gairah yang optimal sampai sekarang telah meninggalkan kata
"level" dalam bentuk tunggal. Namun, formulasi yang tepat dari konsep
gairah optimal menggunakan kata "level", yang menunjukkan bahwa ada
tingkat optimal untuk setiap tugas (duffy, 1957; Samuels, 1959; achutz, 1965;
Fiske & Maddi, 1961; Yerkes & Dodson, 1908; malmo, 1959; jones, 1969),
dan yang ini bervariasi sesuai dengan konsep seperti kesulitan tugas. hewan
berusaha untuk menghasilkan tingkat gairah yang tepat untuk tugas di tangan.
Dengan demikian,
supra-optimal gairah tidak hanya permusuhan tapi disorganizes atau mengurangi
kinerja. ini dinyatakan sebagai keluarga "U terbalik" fungsi yang
terkait kinerja gairah, masing-masing sesuai untuk berbagai jenis tugas (gambar
5.4).
Ketika operator manusia
dibombardir dengan informasi lebih dari yang mereka mampu menangani, strategi
preferensi melarikan diri. subjek hanya dicegah dari melakukan hal ini dan dari
kinerja tidak teratur. analisis indikator kinerja satu atau lebih dari efek
berikut bahwa kuantitas informasi diterjemahkan dari input ke respon berkurang
(miller, 1960).
- kelalaian-kegagalan untuk mengubah input
menjadi respon, informasi tersebut diabaikan
- Kesalahan-kegagalan untuk mengubah input
menjadi respon yang benar
- antrian-input diadakan di toko masih dapat
ditangani pada gilirannya
- filtering hanya aspek-aspek tertentu dari
aspek masukan dari input yang belajar
6.
Redefinisi Bermain
Mencari stimulus dan bermain
memiliki banyak kesamaan mereka terjadi ketika mereka tidak mendahului oleh
kebutuhan untuk memenuhi dorongan yg melebihi mereka disertai dengan efek positif mereka berdua melibatkan
eksplorasi, investigasi, dan manipulasi lingkungan atau representasi simbolis
dari pengalaman dan seperti rangsangan-seeking dan bermain perilaku bahwa
diamati keduanya dipancarkan dengan frekuensi yang lebih tinggi oleh muda
spesies. Definisi bermain tergantung pada kesia-siaan perilaku untuk hewan
sebagai diperhitungkan oleh pengamat. Schlosberg (1947) menarik perhatian kami ke bundar
mengatakan bahwa bermain adalah bermain karena pengamat berpikir itu.
Itu lebih mudah
untuk mengadopsi pandangan hewan untuk didorong untuk berinteraksi dengan
lingkungan mereka dengan kebutuhan mereka untuk mempertahankan organisme
integritas masing-masing. Kegiatan sangat terkait dengan proses pertumbuhan dan
pemeliharaan. salah satu drive yang melayani proses ini adalah kebutuhan untuk
memproses informasi di mempertahankan tingkat gairah optimal bila memungkinkan.
Definisi untuk bermain menjadi;
bermain adalah bahwa perilaku yang dimotivasi oleh kebutuhan untuk meningkatkan
tingkat gairah terhadap optimal. ini berbagi definisi masalah definisi
sebelumnya karena tergantung pada imputasi adalah motif dengan pengamat.salah
satu drive menjaga perilaku adalah kebutuhan untuk mengoptimalkan gairah, yang
tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa perilaku yang sama mungkin
mengantisipasi dan memperhitungkan kebutuhan potensial. kontribusi dari
berbagai drive untuk perilaku akan sulit untuk diurai.
Tampaknya
bermain murni dapat terjadi hanya ketika semua konsekuensi ekstrinsik
dieliminasi dan perilaku didorong pada semata-mata oleh motivasi intrinsik.
bermain murni mungkin hanya teoritis mungkin dan berjuang untuk definisi murni
hanya masuk akal dalam konteks itu.
Lebih penting dari perjuangan untuk
definisi kedap air adalah perjuangan untuk pemahaman tentang hubungan antara
kondisi petugas, drive hipotetis dan perilaku yang dihasilkan yang memenuhi
mereka. pekerjaan pada drive informasi yang telah mendapatkan momentum sejak
perang dunia II menyediakan banyak link ini baik di tingkat teoritis dan
empiris. bermain dan berbaring bekerja pada kontinum.
Tabel 2.
Teori modern
Nama
|
Bermain disebabkan
|
Penilaian penjelasan
ini bahwa
|
Dapat dikritik karena
|
|
Oleh kebutuhan untuk menghasilkan interaksi dengan lingkungan adalah diri
yang mengangkat gairah (tingkat bunga atau rangsangan) ke arah yang optimal
bagi individu.
Oleh kebutuhan untuk menghasilkan efek di lingkungan. Efek seperti
menunjukkan kompetensi dan menghasilkan perasaan reflektansi.
|
1.
Ada untuk gairah
optimal
2.
Perubahan gairah terhadap
optimal menyenangkan
3.
Organisme belajar
perilaku yang menghasilkan perasaan dan sebaliknya.
4.
Rangsangan bervariasi
dalam kapasitas mereka untuk membangkitkan.
5.
Rangsangan yang
membangkitkan adalah mereka yang melibatkan hal-hal baru, kompleksitas, dan /
atau .i.c disonansi. Informasi.
6.
Organisme akan dipaksa
untuk memancarkan mengubah perilaku dan memelihara keterlibatan dengan
rangsangan membangkitkan.
1.
Demonstrasi kompetensi
mengarah pada perasaan reflektansi
2.
Efektansi itu
menyenangkan
3.
Efektansi meningkatkan kemungkinan tes kompetensi.
|
1.
Sangat umum tetapi
menangani pertanyaan dari bekerja dan bermain sama baiknya. Sebenarnya adalah
pertanyaan keabsahan memisahkan pekerjaan dari bermain.
1.
Organisme untuk terus
menguji apakah masih bisa kompeten menghasilkan efek tampaknya membutuhkan
ketidakpastian hasilnya. Ketidakpastian atau informasi tampaknya o menjadi
sangat atribut rangsangan yang membangkitkan.
2.
Bisa dikatakan bahwa
perilaku kompetensi / reflektansi adalah semacam gairah mencari.
|
KESIMPULAN
Teori-teori modern yang mengkaji
tentang bermain tidak hanya menjelaskan mengapa muncul perilaku bermain. Para
tokoh juga berusaha untuk menjelaskan manfaat bermain bagi perkembangan anak.
Teori-teori bermain modern meliputi 1)
psikoanalitik: melalui bermain ataupun fantasi, seseorang dapat memproyeksikan
harapan-harapan maupun konflik pribadi. 2) teori kognitif dibagi menjadi
beberapa teori yaitu a) kognitif Piaget: bermain adalah keadaan tidak seimbang
dimana asimilasi lebih dominan daripada akomodasi; b) kognitif Vygotsky: bermain bersifat menyeluruh, dalam
pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peran
penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak; c) kognitif Bruner: bermain sangat berhubungan dengan naratif dalam hal bagaimana seorang
anak mempresentasikan pengetahuan dalam intensionalitas dan kesadarannya; d) teori Sutton Smith:
percaya
bahwa transformasi simbolik yang muncul dalam kegiatan bermain khayal
(misalnya: pura-pura menggunakan balok sebagai ‘kue’), memudahkan transformasi
simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan fleksibilitas mental mereka;
e) teori Singer: bermain
memberikan suatu cara bagi anak untuk menunjukan kecepatan masuknya
perangsangan (stimulasi), baik dari dunia luar maupun dunia dalam yaitu
aktivitas otak yang secara konstan memainkan kembali dan merekam
pengalaman-pengalaman. 3) Teori-teori lain: arousal modulation: bermain disebabkan adanya kebutuhan atau
dorongan agar sistim saraf pusat tetap berada dalam keadaan terjaga. 4) Teori Bateson: bermain
bersifat paradoksial karena tindakan yang dilakukan anak saat bermain tidak
sama artinya dengan apa yang mereka maksudkan dalam kehidupan nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Mayke S. T. (2001). Bermain, mainan, dan permainan. Jakarta: PT Grasindo.
Ellis, M. J. (1973). Why people play. New Jersey:
Prentice-Hall,Inc.