TUGAS
UJIAN AKHIR SEMESTER
“Pedagogi Olahraga”
(Model permaianan memindah bendera merah putih)
 |
Add caption |
Oleh:
Rahmad Dwi Propayanda,S.Pd
(15711251010)
PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN
PROGRAN PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bermain adalah kegiatan
untuk bersenang-senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa
untuk bermain, tetapi mereka akan memperoleh kesenangan, kenikmatan, informasi,
pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi. Menurut Hurlock (1978:
320) bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Melalui kegiatan bermain, banyak hal
yang bisa dikembangkan dari seorang individu anak, yaitu saraf-saraf
motoriknya, baik kasar maupun halus, sikap emosional, kecerdasan, sikap sosial,
perilaku bekerja mandiri dan bekerjasama, kedisiplinan, dan lain-lain. Tetapi
semua perkembangan tersebut hanya bisa diperoleh jika permainan yang dirancang
untuk mereka adalah permainan yang
bermakna.
Permainanan yang bermakna adalah
kegiatan bermain yang diarahkan dan dibuat dengan metode, prinsip, dan tujuan
yang menekankan pada unsur terciptanya kesenangan, motivasi, berkembangnya
motorik yang memicu bekerjanya neuron/saraf otak, dan bukan paksaan, sekaligus
berisi pembelajaran.
Banyak manfaat yang akan didapatkan dalam sebuah
permainan. Masing-masing permainan memiliki kebermanfaatannya sesuai dengan jenis,
metode, dan caranya. Namun secara umum, kebermanfaatan bermain antaranya yaitu
pada aspek fisik, aspek perkembangan motorik kasar dan halus, aspek sosial,
aspek bahasa, dan aspek emosi dan kepribadian. Selain manfaat, terdapat juga
jenis-jenis dari permainan. Jenis-jenis permainan ada dua macam, yaitu
permainan outdoor (luar ruangan) dan
permainan indoor (dalam ruangan)
tergantung dari permainannya yang menggunakan lapangan yang cukup besar atau
bisa dilakukan dengan lapangan yang kecil.
Namun, dalam penerapan permainan yang dikembangkan untuk anak usia
dini selama ini masih berfokus pada permainan indoor, menggunakan alat bermain artifisial, belum terarah pada
kegiatan memicu kinerja otak, dan belum memanfaatkan potensi yang ada di
sekitar sekolah atau rumah. Potensi lokal berupa alam, benda-benda di sekolah
dan di rumah, makhluk hidup, lingkungan (sungai, bukit, sawah, dll) belum
dioptimalkan secara luas sebagai bentuk permainan bermakna.
Penulis juga menemukan permasalahan serupa berdasarkan hasil observasi
penulis di Taman Kanak-kanak Nasional
yang berlokasi Samirono CT VI/No.065D Catur Tunggal, Depok,Sleman Yogyakarta. Penulis
mengamati proses pembelajaran di TK Nasional yang mana pembelajaran masih
menerapkan permainan yang menoton yang dilaksanakan di dalam ruangan (indoor) untuk anak-anak di TK Nasional.
Maka
dari itu penulis akan mencoba untuk membuat sebuah model permainan oudoor (luar ruangan) yang diharapkan
berguna untuk mengembangkan motorik kasar dan halus, sikap emosional, kecerdasan, sikap sosial,
perilaku bekerja mandiri dan bekerjasama, serta kedisiplinan pada anak-anak di Taman Kanak-kanak Nasional dan Taman
Kanak-kanak lainnya.
Setelah pembuatan sebuah permainan ini penulis
juga akan menganalisa dan mengkaji permainan untuk anak usia dini. Adapun yang
dianalisa yaitu kinestetic awareness (body awareness, spatial awereness, directional awereness, dan vestibular awareness), visual awareness, spatial awareness, dept
and distance perception, figure ground descrimination, form descrimination,
visual motor coordination.
B. Identifikasi Masalah
Dari
penjabaran latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
1.
Pentingnya
kegiatan bermain bagi anak usia dini namun belum dilaksanakan secara maksimal.
2.
Perlunya
bentuk permainan outdoor yang mampu
mengembangkan motorik kasar dan halus, sikap emosional, kecerdasan, sikap sosial, perilaku
bekerja mandiri dan bekerjasama, serta kedisiplinan pada
anak usia dini di Taman Kanak-kanak Nasional.
C. Rumusan masalah
Dari
identifikasi masalah dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana
model permainan outdoor (luar
ruangan) yang cocok diterapkan untuk anak usia dini dalam rangka mengembangkan
motorik kasar dan halus, sikap
emosional, kecerdasan, sikap sosial, perilaku bekerja mandiri dan bekerjasama,
serta kedisiplinan di Taman Kanak-kanak Nasional?”
D. Tujuan
Tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah untuk mengetahui model permainan outdoor (luar ruangan) yang cocok diterapkan untuk anak usia dini
dalam rangka mengembangkan motorik kasar dan halus di Taman Kanak-kanak
Nasional.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Bermain
1.
Pengertian Bermain
Bermain
adalah kegiatan untuk bersenang-senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak
merasa terpaksa untuk bermain, tetapi mereka akan memperoleh kesenangan,
kenikmatan, informasi, pengetahuan, imajinasi, dan motivasi bersosialisasi.
Menurut Hurlock (1978: 320) bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain
dilakukan secara sukareladan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Sedangkan Piaget dalam Hurlock (1978) menjelaskan bahwa bermain terdiri atas
tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.
Bermain adalah salah satu kesukaan mayoritas
anak-anak. Secara normal tidak ada seorang anak pun yang tidak suka bermain.
Selain bermain merupakan kesukaan anak-anak, bermain juga merupakan tempat anak
mengeksplorasikan dan belajar mengenai banyak hal di lingkungan. Dengan
bermain, anak mengembangkan berbagai macam keterampilan, meliputi keterampilan
motorik kasar dan halus, pengetahuan sensori (penglihatan, pendengaran, perasa,
sentuhan, dan eksplorasi ruang), keterampilan sosial, keterampilan kognitif,
keterampilan pemecahan suatu masalah dan berpikir serta keterampilan bahasa.
Jadi, bermain sangat penting bagi anak-anak sebagai media untuk belajar. Bagi
anak-anak bermain merupakan proses belajar. Dalam hal ini, belajar seraya
bermain dan bermain seraya belajar.
Huizinga dalam Sukintaka (1998) menyatakan bahwa dengan aktivitas
bermain akan terjadi sebab- akibat, dan beliau membandingkan arti bermain dari
berbagai bahasa di dunia menemukan unsure-unsur bermain yaitu gerak, sukarela,
senang, dan sunggu-sungguh. Sehingga Sukintaka (1998) menyatakan bermain adalah
aktivitas jasmani yang dilakukan dengan sukarela dan bersungguh-sungguh untuk
memperoleh rasa senang dari melakukan aktivitas tersebut. Aktivitas jasmani
adalah gerak manusia itu sendiri yang berarti salah satu tanda adanya bermain
adalah adanya gerak/aktivitas jasmani seperti: jalan, lari, lempar, lompat, berguling,
memanjat, merangkak, menendang, memukul, dan lainnya. Anak dapat berkativitas
jasmani dipastikan sudah melalui aktivitas rohani. Sukarela mempunyai arti
bahwa dalam bermain anak melakukan aktivitasnya dengan menaati peraturan tanpa
adanya paksaan dari siapapun, karena aturan yang mereka gunakan dalam bermain
adalah merupakan kesepakatan mereka bersama. Sedang sungguh-sungguh berarti
dalam melakukan aktivitas bermain tersebut anak menggunakan segala kemampuannya
2. Teori Bermain
Drijarkara (Sukintaka:1998) mengemukakan bahwa bermain telah ada
seusia dengan umur manusia. Bermain merupakan salah satu gejala kehidupan
manusia yang berarti dimana ada kehidupan disitu pula terjadi aktivitas
bermain, yang berarti pula bermain seiring dengan kehidupan manusia. Sedang
Rijsdorp dalam Matakupan (1993) menyatakan bahwa sejak zaman primitif sudah ada
permainan di seluruh pelosok dunia. Hal ini menandakan bahwa sejak manusia
belum mengenal kehidupan yang beradap manusia sudah
mengenal dan melakukan permainan sehingga dapat dikatakan bahwa bermain sudah
dilaksanakan sejak dahulu kala, dan berlangsung sampai sekarang. Secara nyata
anak bermain sejak dalam kandungan sampai tua/liang lahat dengan kata lain
bermain dilakukan sepanjang hayat.
Selanjutnya mengenenai sebab-sebab anak bermain dapat dijelaskan
melalui teori klasik dan teori modern. Sejalan dengan itu Tedjasaputra (2001)
menyatakan bahwa anak bermain dapat dijelaskan melalui teori klasik yang
terdiri dari dua kelompok yaitu teori surplus energi dan rekreasi serta
kelompok teori rekapitulasi dan praktis.Teori surplus energi dikemukakan oleh
Herbert Spencer bahwa bermain terjadi akibat energi yang berlebihan dan ini
hanya berlaku pada manusia dan binatang dengan tingkat evolusi tinggi. Energi
berlebih ini dapat dibaratkan sebagai system kerja air atau gas yang mempunyai
tekanan ke segala arah untuk menyalurkan kekuatannya. Tekanan akan lebih kuat
dan butuh penyaluran yang lebih besar apabila volume atau isi air/gas sudah
melebihi daya tampungnya. Hal ini tampak pada diri anak yang selalu siap sedia
untuk bermain walaupun dalam keadaan apapun, misal anak sehabis pulang sekolah
tetap bermain dengan teman-temannya walaupun di sekolah telah belajar dan
bermain dalam waktu yang relatif lama. Dalam dunia binatang hanya binatang yang
mempunyai tingkat evolusi tinggi saja yang bermain karena surplus energi,
sedang binatang yang tingkat evolusi rendah energinya hanya untuk
mempertahankan hidupnya. Selajan dengan teori surplus energi selanjutnya Elkind
dalam Montolalu,dkk (2007:1.14)
menyatakan bahwa bermain sebagai suatu pelepasan atau pembebasan dari
tekanan-tekanan yang dihadapi anak.
Teori rekreasi mengajukan alasan bahwa tujuan bermain adalah untuk
memulihkan tenaga yang sudah terkuras saat bekerja seperti yang dikemukakan
oleh Moritz Lazarus bangsa Jerman. Aktivitas pekerjaan akan menguras tenaga
yang segera perlu dipulihkan. Pemulihan tenaga ini dapat dilakukan melalui
istirahat atau tidur dan dapat pula dengan cara lain yaitu kegiatan ekreatif.
Bermain adalah perimbangan antara kerja dan istirahat yang merupakan cara ideal
untuk memulihkan tenaga. Teori rekapitulasi dikemukakan oleh G. Stanley Hall
dalam Tejasaputra (2001) dengan gagasanya sebagai berikut: anak merupakan mata
rantai evolusi dari binatang sampai menjadi manusia artinya anak menjalani
semua tahapan perkembangan kehidupan dari yang sederhana sampai komplek dalam
hidupnya. Dengan demikian perkembangan manusia akan mengulangi perkembangan
manusia terdahulu sehingga pengalaman-pengalaman nenek moyangnya akan
ditampilkan kembali dalam dunia anak termasuk kegiatan bermain.
Teori rekapitulasi berhasil
memberikan penjelasan secara rinci mengenai tahapan kegiatan bermain yang
mengikuti tata urutan yang sama dengan evolusi makluk hidup. Sekedar contoh bermain
air, memanjat pohon, berburu, memanah, menombak, bergulat dan lain sebagainya.
Teori praktis dikemukakan oleh
Karl Groos yang meyakini bahwa bermain berfunsi untuk memperkuat instink yang
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup di masa mendatang. Jadi bermain berfungsi
sebagai sarana latihan untuk kesiapan hidup dan mempertahankan hidup di masa
datang. Sedang Groos dalam Sukintaka (1998) mengutarakan bahwa bermain
mempunyai tugas biologik dan mereka yang bermain itu mempelajari fungsi hidup
untuk keperluan hidup di kemudian hari. Anak bermain berlarian atau kejar
–kejaran dapat dipandang sebagai sarana latihan untuk mempertahan hidup dan
menyiapkan diri pada kehidupan yang akan datang. Anak berlari berarti semua
komponen organ tubuh seperti: sistem otot, sistem syaraf, sistem pernafasan,
sistem peredaran darah, sistem pencernaan akan terstimulus dengan baik. Sedang Bigot, Kohnstamm, dan Palland dalam
Sukintaka (1998) mengemukakan alasan anak bermain melalui teori-teori sebagai
berikut: 1. Teori teleologik dari Karl Gross, 2. Teori kelebihan tenaga dari
Herbert Spencer, 3. Teori rekreasi atau pelepasan dari Lazarus dan Schaller, 4.
Teori sublimasi oleh Ed Claparede dari Swiss, 5. Teori lingkup pelatihan dari
Roels bangsa Belanda 6. Teori Buhler dari Jerman.
Teori sublimasi merumuskan bahwa bermain itu tidak hanya mempelajari
fungsi hidup tetapi juga merupakan proses sublimasi atau proses pelarian yang
positif dari tekanan perasaan yang berlebihan. Dengan bersublimasi seseorang
akan berusaha lebih baik, lebih mulia, lebih tinggi, dan lebih indah dari
semula.
Teori lingkup pelatihan mengandung arti bahwa bermain mengandung makna
latihan awal atau latihan pendahuluan. Melalui bermain akan membentuk kesiapan
hidup di kemudian hari dan membentuk kepribadian yang positif hal ini penting
untuk kelangsungan hidupnya. Selaras dengan pendapat Athey dan Hendrick dalam
Montolalu (2007:1.14) menyatakan bahwa bermain memberikan kesempatan pada
anak-anak untk menguji tubuhnya, melihat seberapa baik anggota tubuhnya berfungsi.
Bermain membantu mereka rasa percaya diri secara fisik, merasa aman, dan
mempunyai keyakinan diri.
Teori Buhler sepaham dengan pendapat Groos tetapi perlu ditambah
keinginan untuk berfungsi dan dorongan untuk aktif, yang berarti bermain
merupakan tugas biologik untuk menyiapkan diri pada kehidupan yang akan datang
dengan penuh kesadaran melalui dorongan dan keinginan yang kuat dari dalam diri
anak untuk melalukan aktivitas bermain. Teori lain menyatakan bahwa anak
bermain karena mengulangi permainan yang pernah dilakukan oleh nenek moyangnya
(teori reinkarnasi).
Sedang teori- teori modern tentang bermain menurut Tedjasaputra (2001)
meliputi teori psikoanalitik, dan kognitif. Teori Psikoanalitik dari Sigmund
Freud memandang bermain seperti halnya berfantasi atau melamun/berangan-angan.
Melalui bermain atau berangan-angan anak dapat memproyeksikan
harapan-harapannya maupun konflik-konflik pribadinya. Melalui bermain anak
dapat mengeluarkan segala perasaan negatif seperti pengalaman yang tidak menyenangkan/menyakitkan,
atau pengalaman traumatik, dan harapan-harapan yang tidak dapat diwujudkan
dalam kenyataan melalui aktivitas bermain. Melalui bermain anak dapat
memerankan atau memindahperankan perasaan negatif ke obyek pengganti, dan hal
tersebut dilakukan berulang-ulang menyebabkan anak dapat mengatasi situasi yang
tidak menyenangkan, sehingga menimbulkan perasaan lega. Oleh sebab itu menurut
Freud bermain dapat mengatasi masalah psikis anak terutama kejadian yang
menyedihkan atau traumatik. Sehingga memberi peluang bermain berfungsi untuk
sarana terapi bagi anak.
Teori kognitif didukung oleh Jean Piaget, Lev Vygotski, Bruner, Sutton
Smith, dan Singer. Menurut Piaget anak mengalami tahapan perkembangan kognisi
sampai dengan proses berfikirnya menyamai orang dewasa. Sejalan dengan hal itu
kegiatan bermainpun mengalami tahapan perkembangan dari tahap sensori motor
sampai dengan tahap bermain dengan peraturan yang baku. Menurut Piaget bermain
tidak saja menggambarkan tahap perkembangan kognisi anak tetapi bermain juga
memberikan sumbangan yang nyata pada perkembangan kognisi anak itu sendiri.
Piaget berpendapat bahwa dalam proses belajar perlu adaptasi, dan adaptasi
memerlukan kesimbangan antara dua proses yang saling mendukung yaitu asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggabungan informasi baru dengan
struktur kognisi anak. Dalam proses asimilasi ini dapat terjadi distorsi,
modifikasi atau pembelokan fakta untuk disesuikan dengan kognisi yang dimiliki
anak. Sedang akomodasi adalah mengubah struktur kognisi seseorang untuk
disesuikan, diselaraskan, dengan atau meniru apa yang diamati dalam kenyataan.
Bermain adalah keadaan tidak seimbang dimana asimilasi lebih dominant dari pada
akomodasi. Peniruan juga merupakan suatu keadan yang tidak seimbang antara
akomodasi dan asimilasi, akomodasi mendoninasi asimilasi. Keadaan yang tidak
seimbang ini dengan sendirinya kurang menguntungkan terhadap proses belajar.
Piaget mengemukakan bahwa pada saat bermain anak sebenarnya tidak belajar hal
yang baru tetapi anak belajar mempraktikkan dan mengkonsolidasi keterampilan
yang baru diperoleh. Hal ini sangat penting karena dngan praktik dan
konsolidasi ini suatu keterampilan baru akan hilang jika tidak dipraktikkan dan
dikonsolidasikan. Kegiatan bermain juga dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
kecerdasan anak. Ana-anak yang mempunyai kecedasan di bawah rata-rata dalam
kegiatan bermain akan mengalami banyak hambatan.
Vygotski menyatakan bahwa
bermain mempunyai peran langsung terhadap perkembangan kognisi (kecerdasan)
anak. Anak kecil belum mampu berfikir abstrak seperti orang dewasa, karena
antara obyek dan makna berbaur menjadi satu. Melalui bermain anak pada akhirnya
mampu membedakan obyek dan makna. Seperti dalam bermain kuda yang terbuat dari
kayu atau anyaman bambu. Vygotski membedakan tahap perkembangan yaitu yang
actual (independent performance) dan potensial (assisted performance) dengan
zone of proximal development(ZPD). ZPD adalah jarak antara tahap aktual dan
potensial. Menurut Vygotski bermain adalah self help tool. Keterlibatan anak
dalam bermain dengan sendirinya mengalami kemajuan dalam perkembangannya.
Melalui bermain dapat semakin mendekatkan jarak antara aktual dan potensial.
Dalam bermain anak mempunyai perhatian, daya ingat, bahasa, dan kerja sama yang
lebih baik. Vygotski memandang bermain sebagai kaca pembesar yang dapat
menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelum
diaktualisasikan dalam situasi lain. Menurut beliau bermain mampu mengembangkan
kognisi, sosial, dan emosi.
Bruner menekankan pada fungsi
bermain sebagai sarana mengembangkan kreativitas dan fleksibilitas. Dalam
bermain bagi anak adalah makna bermain itu sendiri bukan pada hasil akhir,
sehingga anak bebas berekspresi dan bereksperimen untuk mencoba berbagai cara dalam
mengatasi permasalahan dalam bermain. Perilaku ini dilakukan berulang-ulang
sehingga mampu terintegrasi dengan kehidupan sehari- hari yang akhirnya menjadi
salah atu pola kehidupannya.
Sutton -Smith mengemukakan bahwa bermain sebagai adaptive potentiation
yaitu bermain memberikan berbagai kemungkinan anak dapat menentukan pilihan
yang variatif dan mengatur fleksibilitas secara baik. Selain itu bermain
merupakan adaptive variability, yang menyatakan bermain memegang faktor kunci
dalam perkembangan manusia. Fungsi bermain dapat membantu aktualisasi potensi
otak anak karena menyimpan lebih banyak variabilitas yang secara potensial ada
di dalam otak manusia. Selanjutnya Sutton-Smith dalam Hurlock (1978: 322)
menyatakan bahwa bermain bagi anak terdiri atas empat mode dasar yang membuat
kita mengetahui tentang dunia- meniru, eksplorasi, menguji dan membangun.
Singer berpendapat bahwa bermain mempunyai kekuatan positif untuk
membantu perkembangan manusia terutama bermain imajinatif.bagi Singer bermain
juga memberikan masukan bagi anak mengenai mamjukan kecepatan masuknya stimulus
baik dari dalam maupun dari dunia luar yaitu aktivitas otak yang secara konstan
memainkan kembali dan merekam pengalaman-pengalaman. Melalui bermain anak dapat
mengoptimalkan laju kecepatan stimulus karena mengalami emosi atau perasaan
yang menyenangkan. Arrousal Modulation Theory yang dikembangkan oleh Berlyne
dan dimodifikasi oleh Ellis dalam Tedjasaputra (2001), menurut teori ini
bermain disebabkan adanya kebutuhan atau dorongan agar system syaraf pusat agar
selalu dalam keadaan terjaga/siap siaga. Menurut Ellis bermain adalah
stimulation producing activity yang disebabkan tingkat arousal rendah. Teori
ini banyak diterapkan dalam perancangan dan penggunaan alat permainan serta
arena bermain anak. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 2 mengenai teori-teori
modern dalam mengungkapkan makna bermain beserta perannya dalam perkembangan
anak.
B.
Pengertian Permainan
Permainan (games) adalah setiap kontes antara pemain yang berinteraksi satu sama
lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu
pula (Sadiman, 1993:75). Jadi permainan adalah cara bermain dengan mengikuti
aturan-aturan tertentu yang dapat dilakukan secara individu maupun berkelompok
guna mencapai tujuan tertentu. Alat permainan adalah semua alat bermain yang
dapat digunakan oleh peserta didik untuk memenuhi naluri bermainnya dan
memiliki barbagai macam sifat, seperti bongkar pasang, mengelompokkan,
memadukan, mencari padanannya, merangkai, membentuk, atau menyusun sesuai
dengan bentuk aslinya. Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26)
mengatakan bahwa permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik)
yang sangat bermanfaat bagi peningkatan danpengembangan motivasi,kinerja, dan prestasi
dalam melaksanakan tugas dan kepentinganorganisasi dengan lebih baik.Lain
halnya dengan Joan Freeman dan Utami munandar (dalam Andang Ismail, 2009:
27)mendefinisikan prmainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai
perkembanganyang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional.
Menurut Sadiman (2009:76),
menyatakan bahwa setiap permainan harus mempunyai empat komponen utama, yaitu:
a. Adanya
pemain, biasanya lebih dari dua orang
b. Adanya
lingkungan dimana para pemain berinteraksi
c. Adanya
aturan-aturan main,dan
d. Adanya tujuan
tertentu yang ingin dicapai
C.
Model Permainan
Sebuah model berbeda
dengan teori, model biasanya tidak dipakai untuk menjelaskan proses yang rumit,
model digunakan untuk menyederhanakan proses dan menjadikannya lebih mudah
dipahami (Hergenhahn dan Matthew Olson , 2008: 24). Model dipakai untuk
menunjukkan bagaimana sesuatu itu seperti sesuatu yang lain. Snelbecker (Yuliani, Nurani dan Bambang
Sujiono, 2010: 66) “ menyatakan bahwa
model adalah perwujudan suatu teori atau wakil dari proses dan variabel yang
tercakup dalam teori”. Sedangkan Meyer (Trianto, 2011: 141) “ menyatakan bahwa
secara kaffah model dimaknai sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan
untuk merepresentasikan sesuatu hal, sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk
sebuah bentuk yang lebih komprehensif”. Lebih jelas lagi dinyatakan bahwa model
biasanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat menggambarkan sesuatu,
menjelaskan suatu proses, mengkaji atau menganalisis sesuatu sistem,
menggambarkan suatu kejadian, dan bersifat memprediksi sesuatu keputusan yang
akan diambil.
Dari beberapa pendapat
para ahli maka dapat disimpulkan bahwa model adalah penyederhanaan konsep dari
yang rumit menjadi mudah dipahami bertujaun untuk menggambarkan/menjelaskan sesuatu.Dalam
kaitanya dengan penulisan makalah ini model permainan diartikan sebagai konsep
pembelajarn untuk anak usia 5-6 tahun melatih kemampuan persepsi ruang dan
keseimbangan anak dengan menyajikan model pembelajaran yang menyenangkan dengan
konsep bermain agar dapat dengan mudah diserap oleh anak usia 5-6 tahun .
Dalam hal ini guru
harus menciptakan kondisi proses
pembelajaran secara kreatif, supaya anak memiliki motivasi untuk bergerak lebih
banyak dalam proses pembelajaran. Anak dapat bergerak secara aktif dalam proses
pembelajaran apabila anak tersebut menyenangi materi pembelajaran. Anak harus
senang dan gembira dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran atau tugas
yang diberikan. Unsur senang dan kegembiraan ini sangat penting untuk
dimunculkan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani terutama bagi siswa.
D. Perkembangan
Ciri Kepribadian yang Diinginkan
Melalui
aktivitas bermain anak-anak akan terbiasa menjalin hubungan yang erat, belajar
bekerjasama, berkomunikasi, jujur, sportif, rela berkorban, disiplin, murah
hati, sabar, dan penyayang, sehingga terbentuklah anak yang mempunyai
kepribadian baik.
Selanjutnya
menurut Tedjasaputra (2001: 38-43) menyatakan bahwa bermain mempunyai manfaat
dalam perkembangan anak yang meliputi beberapa aspek yang ada dalam diri anak
yaitu :
1). Perkembangan Aspek Fisik
Aktivitas
bermain memerlukan gerak tubuh anak untuk melakukan permainan tersebut. Anak
akan bergerak sesuai dengan kebutuhan dan jenis permainan yang dilakukan
seperti berlari, berjalan, memanjat, berguling, melempar, meluncur, mendorong,
menarik, menggendong, menendang, memukul, dan banyak lagi jenis gerak yang
dilakukan oleh anak. Gerak yang dilakukan anak pun bervariasi dalam takaran
intensitas dan waktu yang dibutuhkan. Melalui bermain/beraktivitas jasmani ini
akan memacu kinerja sistem yang ada dalam tubuh anak seperti sistem peredaran
darah, sistem pernafasan, sistem otot, sistem syaraf, sistem pencernaan, sistem
hormonal, sistem pembuangan, dan sebagainya. Melalui bermain sistem yang ada
dalam tubuh anak akan berkembang dengan baik yang mengakibatkan kemampuan
kinerja jasmani semakin baik pula. Jika sistem tubuh misalnya sistem peredaran
darah dan pernafasan baik maka kebutuhan makanan dan oksigen yang diperlukan
oleh otot atau bagian tubuh yang lain terpenuhi sehingga anak akan tumbuh dan
berkembang secara fisik dengan optimal. Sistem syaraf dan sistem otot pun akan
terlatih oleh kegiatan bermain yang dilakukan anak sehingga anak semakin
terampil dan kaya akan kemampuan gerak. Selain itu melalui bermain akan
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan, kebugaran jasmani anak.
2). Perkembangan Aspek Motorik Kasar dan Halus
Aspek motorik kasar berkenaan dengan kemampuan
gerak yang dilakukan oleh anak menggunakan otot-otot besar seperti otot-otot
togok dan otot-otot anggota tubuh. Sedang aspek motorik halus berkenaan dengan
kemampuan gerak yang dilakukan oleh anak menggunakan otot-otot tubuh yang
berkaitan dengan koordinasi dan kinestetik. aktivitas bermain yang dilkukan
anak akan membantu penguasaan keterampilan motorik kasar dan halus secara
nyata. Kemampuan motorik tersebut antara lain dalam bentuk berlari, berjalan,
memukul, menggendong, memanjat, menulis, menggambar, memahat, mematung, dan
sebagainya dalam berbagai variasi geraknya.
3). Perkembangan Aspek Sosial
Sesuai
perkembangan anak belajar berinteraksi dengan lingkungannya dimulai dari
lingkungannya sendiri menuju ke lingkungan yang lebih luas disertai dengan
interaksi dengan sesama yang lebih luas pula. Anak mulai belajar berkomunikasi
dengan sesama teman sepermainan, ia belajar mengungkapkan isi hatinya dan
belajar menerima pendapat orang lain sehingga mampu berkomunikasi secara baik,
dan mampu menghargai pendapat orang lain. Melelui berrmain anak belajar berbagi
kepada sesama, misalnya: pinjam meminjam alat permainan, memcahkan masalah bersama,
menggunakan alat mainan secara bergantian, saling toleran, dan sebagainya.
Melalui
bermain peran anak belajar bertingkah laku seperti orang lain dalam ber bagai
status social seperti sebagai guru, lurah, dokter, bapak, ibu, bidan, pedagang,
penjual, tentara, polisi, jaksa dan sebagainya sehingga anak benar-benar
belajar memerankan dengan sungguh-sungguh hal ini akan membuat anak terbiasa dengan
kehidupan bermasyarakat seperti apa yang mereka perankan sehingga mampu
mengembangkan sikap sosialnya secara nyata. Anak-anak akan mudah mengenal
sistem nilai, moral, kebiasaan-kebiasaan baik, taat peraturan, disiplin,
sportif, konskuen, tanggungjawab yang merupakan bagian dari kehidupan
bermasyarakat pada umumnya. Melalui bermain pembiasaan hidup bermasyarakat akan
terjamin. Selain itu melalui aktivitas bermain bagi anak juga mampu membawa
anak untuk belajar tingkah laku sesuai dengan perannya baik laki-laki maupun
perempuan. Anak-anak akan bermain sesuai dengan perannya sesuai dengan jenis
kelaminnya.
4). Perkembangan Aspek Emosi atau
Kepribadian
Aktivitas
bermain merupakan kebutuhan hidup bagi anak-anak yang sudah ada dengan
sendirinya. Melalui bermain, anak-anak mampu melepaskan segala ketegangan,
emosi, kecemasan, kelebihan tenaga, yang dialami dalam kehidupan sehari-hari
sehingga anak-anak mampu melepaskan sebagian beban hidupnya dan merasa lega
atau terpuaskan. Bila anak mampu menyalurkan segala perasaan yang tertekan atau
ketegangan dan juga dorongan-dorongan akan kebutuhannya melalui bermain maka
anak akan merasa senang, lega, dan relaks. Kelegaan ini menumbuhkan sikap untuk
dapat mengelola emosi secara nyata yang setiap saat selalu muncul dan menyertai
anak dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas bermain juga membawa anak untuk
mampu mengetahui kelemahan dan kelebihan baik dirinya sendiri maupun orang lain
sehingga membantu pembentukan konsep diri yang positif, rasa percaya diri,
harga diri, dan kompetensi diri yang baik. Dengan demikian pribadi yang baik
akan terbentuk melalui aktivitas bermain tersebut. Kepribadian ditandai dengan
tingkah laku yang baik seperti : jujur, disiplin, taat aturan, kerjasama, tulus
ikhlas, murah hati, sabar dan sebagainya yang semuanya dapat terbentuk melalui
aktivitas bermain.
5). Perkembangan Aspek Kognisi
Perkembangan
aspek kognisi diartikan dalam hal pengetahuan, kecerdasan, kreativitas,
penalaran, daya ingat, dan kemampuan berbahasa. Banyak pengetahuan yang
diperoleh anak melalui aktivitas bermain seperti konsep warna, benda, ukuran
berat, jarak, arah, bentuk benda, berhitung, menulis, membaca, berbahasa,
geografi, dan pengetahuan lainnya. Pengetahuan yang luas tersebut bagi anak
lebih mudah diperoleh melalui aktivitas bermain dari pada pelajaran secara
formal.
Anak-anak
juga mampu belajar melalui bermacam-macam media permainan baik berupa ceritera
dari buku-buku, radio, atau tv, serta menjelajahi lingkungan hidupnya secara
meluas untuk memperoleh pengalaman hidup. Melalui berbagai jenis permainan ini
anak akan selalu ingin lebih tahu yang lain sehingga mereka selalu ingin
mencoba-coba untuk menemukan sesuatu yang ingin diketahuinya.
Kemampuan
berbahasa juga mampu dikembangkan melalui aktivitas bermain. Pada awal
berkomunikasi anak-anak menggunakanan bahasa tubuh yang selanjutunya sesuai
dengan perkembangan usia anak maka perkembangan bahasa pun bertambah dari
bahasa tubuh ke bahasa lisan atau tertulis sesuai dengan tingkat perbendaharaan
kata yang mereka miliki. Selanjutnya anak- mampu berkomunikasi secara baik
dalam hal mengeluarkan pendapat, bertanya- jawab, bernyanyi, ataupun berpuisi.
Melalui bermain perbendaharaan kata maupun kalimat semakin bertambah banyak
sehingga memperluas kemampuan berbahasa/berkomunikasi dengan sesama.
E. Dasar Analisis
Dalam menganalisis suatu permainan untuk anak
usia dini, ada beberapa yang perlu dikaji yaitu:
a. Kemampuan Gerak Dasar
(Fudamental)
Kemampuan gerak dasar terbagi atas 3
yaitu, sebagai berikut:
1. Kemampuan locomotor
Kemampuan locomotor digunakan untuk memindahkan tubuh dari satu tempat ke
tempat lain atau untuk mengangkat tubuh ke atas seperti lompat dan loncat.
Kemampuan gerak lainnya adalah berjalan, berlari, skipping, melompat, meluncur dan lari seperti kuda berlari (gallop).
2. Kemampuan non locomotor
Kemampuan non lokomotor dilakukan di tempat. Tanpa
ada ruang gerak yang memadai kemampuan non
lokomotor terdiri dari menekuk dan meregang, mendorong dan menarik,
mengangkat dan menurunkan, melipat dan memutar, mengocok, melingkar,
melambungkan dan lain-lain.
3.Kemampuan manipulative
Kemampuan
manipulatif dikembangkan ketika anak tengah menguasai macam-macam objek.
Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan tangan dan kaki, tetapi bagian
lain dari tubuh kita juga dapat digunakan. Manipulasi objek jauh lebih unggul
daripada koordinasi mata-kaki dan tangan-mata, yang mana cukup penting
untuk item : berjalan (gerakan langkah) dalam ruang.
Bentuk-bentuk kemampuan manipulatif terdiri dari:
a. Gerakan mendorong (melempar,
memukul, menendang).
b. Gerakan menerima (menangkap) objek
adalah kemampuan penting yang dapat diajarkan dengan menggunakan bola yang
terbuat bantalan karet (bola medisin) atau macam : bola yang lain.
c. Gerakan memantul-mantulkan bola atau
menggiring bola.
b. Kinesthetic Perception
Kinesthetic Perception terdiri
dari body awareness, spatial
awareness, temporal awareness,
directional awareness, vestibular awareness, visual awareness.
1.
Body Awareness
Body
awareness adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami nama dan fungsi
macam-macam bagian tubuh atau kemampuan untuk memahami bagaimana untuk
menghasilkan beragam macam gerakan dan potensi tubuh dalam melakukan gerakan.
2.
Spatial Awareness
Spatial
awareness adalah suatu pemahaman mengenai ruang eksternal sekitar individu
dan kemapuan individu untuk memfungsikan motorik melalui ruang tersebut atau
disebut juga dengan kesadaran akan ruang dan posisi.
3.
Temporal Awareness
Temporal
awareness adalah suatu kemampuan untuk memprediksi waktu kedatangan,
didasarkan pada karakteristik seperti: kecepatan jalannya bola, berat dan jarak
bola. Bentuk spesifik dari kesadaran temporer ini diketahui sebagai antisipasi.
4.
Directional Awareness
Directional
awareness (kesadaran akan arah) adalah memahami dan mengaplikasikan konsep
seperti ke atas dan ke bawah, ke depan dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan. Directional awareness sering dibagi ke
dalam dua bagian; yaitu; laterality dan
directionality. Laterality adalah memahami berbagai konsep arah, sedangkan
directionality adalah aplikasi dari informasi tersebut.
5.
Vestibular Awareness
Vestibular
awareness adalah berkaitan dengan keseimbangan badan dan
berkaitan dengan pendengaran.
c. Visual
Awareness
Visual
awareness adalah kesadaran akan pengelihatan dalam keterampilan gerak.
Sekitar 80% informasi yang kita rasakan berasal dari modalitas visual dan semua jenis informasi visual ini digunakan
dalam pelaksanaan keterampilan motorik.
d. Spatial Awareness
Spatial
awareness adalah suatu pemahaman mengenai ruang eksternal sekitar individu
dan kemapuan individu untuk memfungsikan motorik melalui ruang tersebut atau
disebut juga dengan kesadaran akan ruang dan posisi.
e. Depth and Distance Perception
Depth
and Distance Perception adalah persepsi akan jarak satu benda dengan benda
lainnya. Mengacu pada ruang antara dua objek dalam ruang antara objek dan
individu.
f. Figure
ground discrimination
Figure
ground discrimination adalah kemampuan membedakan suatu objek dari latar
belakang yang mengelilinginya.
g. Form
discrimination
Form discrimination merupakan kemampuan
untuk memahami, membedakan antara satu benda dengan benda lainnya, antara satu
arah dengan arah lainnya, antara bentuk satu dengan bentuk lainnya dan juga
merupakan kemampuan untuk membedakan warna.
h. Visual
motor coordination
Visual
motor coordination
adalah kemampuan mengkoordinasi gerakan mata, tangan, dan kaki dalam melakukan
suatu gerakan.
F.
Model Permainan yang dikembangkan
1.
Permainan Memindah Bendera Merah Putih
Permainan
memindah bendera merah putih adalah permainan yang dimainkan oleh bebrapa orang
yang tergabung dalam 1 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 orang pemain
yang mana setiap pemain berada di pos masing-masing untuk memindahkan bendera
dari pos 1 sampai garis finish (garis
akhir) secepat mungkin dengan diawasi oleh guru selama pelaksanaan permainan
memindah bendera. Kelompok yang menang
adalah kelompok yang mampu menyelsaikan permainan dengan cepat dan mampu
mengambil semua bendera merah putih yang
berada di pos 3 dan dibawa sampai garis finish.
Permianan
ini berguna untuk meningkatkan perkembangan motorik kasar, sikap emosional, kecerdasan, sikap sosial,
perilaku bekerja mandiri dan bekerjasama, serta kedisiplinan. Semua hal
disebutkan sebelumnya telah diterapkan di dalam permainan memindahkan bendera
merah putih. Yang mana perkembangan motorik kasar anak yanitu pada saat
anak berlari dan melompat. Sikap emosional anak pada permain ini yaitu ketika
anak memiliki emosi yang kuat untuk menyelsaikan permainan memindahkan bendera
merah putih dari 1 pos ke pos lainnya hingga smapai ke garis finish dengan
penuh semangat dan kegigihan. Sedangkan sikap kecerdasan anak pada permainan
ini bisa dilihat ketika anak/pemain 1 berlari dari luar lintasan dan mampu
mengetahui jalan masuk lintasan dengan cuman mengandalkan pentunjuk yang ada
pada lintasan. Selain itu juga kecerdasan anak juga dapat dilihat ketika pemain
3 berlari dari pos 3 menuju garis finish dan dengan keerdasan yang baik pemain
tersebut dapat mengambil bendera yang warna yang sama walaupun ada warna
berbeda diantara bendera yang menjadi target. Kemudian sikap sosial dan
kerjasama yang timbul dalam permainan memindahkan bendera merah putih bisa kita
lihat ketika anak dari pos 1 berlari memberikan bendera merah putih ke pemain
pos 2 yang telah menunggu di tempat pergantian pos 2 kemudian dilanjutkan ke
pos berikutnya. Dan terakhir sikap disiplin anak terpancarkan ketika anak
dengan baik mengatur posisinya di pos masing-masing dan pemain yang berada di
pos 2 dan 3 sabar menunggu pemain dari pos 1 berlari membawakan bendera ke pos
2.



2m
2,5m
1,5m 30cm
2,5m 1m
1m

60cm 2m
2m 2m
1m
12m
Gambar 1. Model Permainan Memindah
Bendera Merah Putih
Keterangan:
= Pemain 1 (Pos 1)

= Bendera merah putih (target)
= Bendera biru putih (bukan target)
= Bendera hijau putih (bukan target)

= Petunjuk untuk
lari
= Pentunjuk
pemain 1 mulai memaasuki lintasan
= Memulai
permainan (garis start)
= Cones
= Petujuk
untuk melompat

= Pemain
2 (Pos 2)
= Pemain
3 (Pos 3)
= Guru




= Garis finish (garis akhir)





= Tempat
pergantian pemain dari pemain 2 ke pemain 3


= Tempat
pergantian pemain dari pemai 1 ke pemain 2
= Keterangan
ukuran lintasan dan jarak antara cones
= Garis
lintasan
m
= Meter
cm
= Centimeter
2.
Cara bermain
1)


Buatlah
garis lapangan kira-kira panjang lapangan 15 x 10 meter mengunakan slip tape hitam, setelah itu buatlah
lintasan untuk bermain memindahkan bendera mengunakan slip tape hitam, slip tape
bening, tali warna (ungu dan orange). Kemudian lengkapi lintasan dengan
tanda-tanda untuk mempermudah anak untuk melaksanakan permainan ( ,
, dan lainnya sesuai
gambar di atas). Setelah itu tempatkan posisi cones dan bendera sesuai dengan gambar di atas.
2)
Setelah lintasan sudah dibuat, guru
memberi tahu cara bermain memindahkan bendera kepada anak sebelum mereka
melakukan permainan. Dan guru membagi anak menjadi beberapa kelompok, yang mana
1 kelompok terdiri dari 3 orang.
3)
Pemain 1 berada di pos 1, pemain kedua
berada di pos 2 menunggu pemain 1 masuk ke tempat pergantian, pemain 3 menunggu
di pos tiga menunggu kedatangan pemain 2 ke tempat pergantian pos 3. (*pemain 2
dan 3 hanya diam pada saat belum mendapat giliran membawa bendera).
4)
Setelah
semua pemain berada di pos masing-masing, guru sebagai pengawas
memberikan aba-aba pada pemain 1 dengan membunyikan pluit dan menghidupkan stopwatch tanda permainan sudah
dimulai.Dengan dibunyikannya pluit dari guru pemain satu segera memulai
permainan dari luar lintasan kemudian sekitar 2 meter pemain masuk ke lintasan
sesuai dengan tanda petunjuk masuk ke lintasan untuk mengambil bendera merah
putih. Pemain 1 kembali berlari menuju tempat pergantian pos 2 setelah
mengambil bendera merah putih di pos 1. Setelah sampai di tempat pergantian pos
2 pemain 1 memberikan bendera merah putih ke pemain 2 untuk dibawa ke pos 3.
Dalam perjalanan menuju pos 3 pemain 2 harus melewati rintangan yaitu berlari
membawa bendera merah putih sambil melompati cones dengan menggunakan 2 kaki
sampai menuju tempat pergantian pos 3.
5)
Sesampainya pemain 2 di tempat
pergantian pos 2, pemain 3 sudah bersiap menerima bendera dari pemain 2.
Setelah pemain 3 menerima bendera merah putih, pemain 3 berlari menuju garis finish (garis akhir) dan mengambil 2 bendera warna merah putih yang berada di pinggir
lintasan untuk dibawa ke garis finish.
6)
Ketika pemain 3 sudah sampai di garis
finish, guru langsung memberhentikan waktunya dan memberitahukan waktu mereka
pada semua kelompok agar kelompok berikutnya lebih semangat untuk melakukan
permainan memindahkan bendera merah putih.
4.
Perlengkapan
Perlengkapan:
Cones, bendera (merah putih,biru
putih,hijau putih), slip tape hitam, slip tape bening, pluit, stopwatch, dan tali warna (orange dan ungu).
5.
Keamanan
Keamanan:
Ingatkan anak-anak agar berhati-hati saat
mereka berlari di dalam lintasan, serta pada saat melompati cones. Dan gunakan peralatan yang tidak
membahayakan.
G.
Hasil Analisis
a. Kemampuan locomotor : Pada
saat pemain 1 berlari membawa bendera merah putih menuju tempat pergantian pos
2, kemudian pada saat pemain 2 berlari dan melompati cones pada pos 2, dan pemain 3 ketika berlari menuju garis finish.
b. Kemampuan non locomotor : Pemain akan diam atau tidak bergerak ketika belum menerima
bendera merah putih dan hanya berada di
tempat pos pergantian.
c.Kemampuan manipulative: Pemain
1,2,3 berlari dan melompat sambil membawa bendera di tangan mereka.
d. Body Awareness:
a.
Pemain mampu menggunakan tangan untuk
mengambil bendera merah putih.
b. Pemain
menggunakan kaki untuk berlari melewati lintasan.
e. Spatial Awareness:
Pemain 2 mampu menyadari bahwa ketika membawa
bendera pemain harus mampu melompati
cones kemudian berlari 1 meter kemudian kembali melompati cones.
f. Temporal Awareness :
Pemain 1,2,3 sudah mehngatur tempo
untuk dapat menuju setiap pos dengan waktu yang cepat.
g. Directional Awareness:
Pemain1 yang
memulai permainan sadar akan arah untuk memasuki lintasan untuk mengambil
bendera.
h. Vestibular Awareness:
Pemain 2
menjaga keseimbangannya ketika melompat cones
sambil memegang bendera merah putih.
i. Visual Awareness :
Pemain 1 melihat adanya bendera di lintasan
pos 1, kemudian pemain 2 melihat adanya cones
yang menjadi rintangan melewati permainan di pos 2 , dan kemudian pemain 3
melihat adanya bendera merah putih yang berada di pinggir lintasan.
j. Depth and Distance Perception :
Pemain 1,2,3
mampu memperkirakan jarak antara pos 1 dengan pos 2, pos 2 ke pos ke 3 dan pos
3 menuju garis finish.
k. Figure ground discrimination :
a. Pemain mampu membedakan garis lapangan yang
berwarna hitam dengan warna lapangan.
b. Pemain dapat membedakan warna bendera
yang dibawa dengan warna yang berada di pinggir lintasan pada pos 3.
l. Form
discrimination: -
m. Visual
motor coordination:
Pemain mampu menggunakan kemampuan mengkoordinasi gerakan
mata, tangan, dan kaki dalam melakukan suatu gerakan dalam permainan memindahkan
bendera merah putih dari pos 1 ke garis finish.
n. Kemampuan
taktil: -
BAB
III
KESIMPULAN
Permainan memindah bendera merah putih ini
sudah penulis rancang dengan baik agar dapat membantu anak usia dini dalam
mengembangkan motorik kasar, sikap emosional,kecerdasan, sikap sosial dan
lainnya.
Permainan
memindah bendera merah putih merupakan permainan yang dimainkan oleh beberapa
orang yang tergabung dalam 1 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 3 orang
pemain yang mana setiap pemain berada di pos masing-masing untuk memindahkan
bendera dari pos 1 sampai garis finish
(garis akhir) secepat mungkin dengan diawasi oleh guru selama pelaksanaan
permainan memindah bendera.Kelompok yang menang adalah kelompok yang mampu
menyelsaikan permainan dengan cepat dan mampu mengambil semua bendera merah putih yang berada di pos 3 dan dibawa
sampai garis finish.
DAFTAR
PUSTAKA
Hergenhahn, B.R dan
Olson, Matthew H. (2008). Theories of
Learning, Edisi Ketujuh Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hurlock, E. B. (1978). Psikologi
perkembangan (suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi ke-5)
(terjemahan: Alimuddin, T). Jakarta: Erlangga.
Matakupan.
(1993). Teori Bermain. Jakarta: Depdikbud.
Mayke
S. Tedjasaputra. (2001). Bermain,Mainan,dan Permainan untuk Pendidikan Usia
Dini. Jakarta: Gramedia.
Montolalu,
dkk. (2007). Bermain dan Permainan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka
Sudono, Anggani. (2000). Sumber
belajar dan alat permainan untuk
anak usia dini. Jakarta: PT Grasindo.
Sukintaka.
(1998). Teori Bermain untuk Pendidkan Jasmani. Yogyakarta: FPOK IKIP.
Zaman, Badru, dkk. (2008). Media
dan sumber belajar TK. Jakarta: Universitas Terbuka.