Jumat, 28 Oktober 2016

Retensi dan Transfer Pada Pembelajaran Olahraga

RETENSI DAN TRANSFER


Oleh:
Rahmad Dwi Propayanda
NIM 15711251010
                                                                                                                       

ABSTRAK

            Makalah ini bertujuan untuk mempelajari serta memahami pengertian retensi, transfer, dan mengaplikasikannya pada pembelajaran.
            Retensi merupakan hasil belajar yang mengacu kepada sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar yang masih diingat oleh siswa dalam rentang waktu tertentu. Ada tiga proses retensi yaitu, memasukan pesan dalam ingatan, menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage,dan memunculkan kembali informasi tersebut atau retrieval.
Transfer didefinisikan sebagai peningkatan atau pengurangan kemampuan dalam merespon sebuah aktifitas sebagai hasil dari latihan di aktifitaas lain. Transfer juga menjelaskan bagaimana pembelajaran sebelumnya berpengaruh pada pembelajaran selanjutnya. Transfer disebut positif jika membantu performa pada kemampuan yang lain, dan negatif jika itu mengurangi performa atau kosong jika tidak berdampak sama sekali.

Kata Kunci: Retensi, transfer, pembelajaran


PENDAHULUAN
            Dalam proses kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Guru sebagai penyampai materi pembelajaran dan siswa adalah yang menerima materi yang disampaikan guru, dan tidak menutup kemungkinan ada terjadi saling sharing (berbagi informasi) bisa dari guru ke siswa, bisa dari siswa ke guru dan bisa dari siswa ke siswa. Interaksi antara guru dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat berperan penting, karena untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan seorang guru dituntut untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan baik sehingga siswa mampu menerima materi serta dapat mengingat dan memahaminya dengan baik dalam kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, siswa diharapkan untuk dapat menyerap dan menyimpan hasil belajar (retensi) dengan baik. Daya ingat yang baik merupakan kebutuhan setiap siswa untuk belajar optimal. Karena hasil belajar siswa di sekolah diukur berdasarkan penguasaan siswa atas materi pelajaran, yang prosesnya tidak terlepas dari kegiatan mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat). Maka dengan daya ingat yang baik, siswa akan dapat belajar dengan mudah dan mencapai hasil optimal.
Selain itu, siswa juga harus mampu mentransfer pembelajaran dengan baik dengan cara menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam situasi lain yang tertentu. Karena transfer akan berguna bila mampu membuat perubahan yang baik dari pembelajaran sebelumnya ke pembelajaran selanjutnya.
RETENSI DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Sills dikutip dari https://jempolmdo. wordpress.com/2010/02/04/ retensi-sebagai-bagian-dari-asesmen-autentik/  retensi merupakan hasil belajar yang mengacu kepada sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar yang masih diingat oleh siswa dalam rentang waktu tertentu. Atkison, dkk dalam Sugihartono, dkk (2007: 10) memandang memori dalam tiga tahapan atau proses, yaitu: memasukan pesan dalam ingatan, menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage,dan memunculkan kembali informasi tersebut atau retrieval.
Ada 3 tahap yang terjadi pada proses ingatan, yaitu proses memasukan informasi atau pengkodean, proses penyimpanan dan proses mengingat.
1)      Proses Memasukan Informasi atau Pengkodean
     Pada tahap ini terjadi proses memasukan informasi yang ada dengan mengubah sifat informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat organisme, seperti simbol-simbol tertentu yang sesuai dengan sifat organisme.
2)      Proses Penyimpanan
Tahap kedua ini juga disebut juga retensi. Pada tahap ini terjadi pengendapan informasi yang telah terkode dalam suatu tempat tertentu. Ketika telah mempelajari sesuatu biasanya akan tersimpan dalam bentuk jejak-jejak (traces) dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan tilas ingatan (memory traces).
3)      Proses Pengingatan Kembali
Proses pengingatan adalah proses mengingat kembali dari apa yang telah disimpan pada tahap kedua tadi. Mengingat kembali merupakan suatu proses mencari dan menentukan informasi yang disimpan dalam ingatan untuk suatu keperluan atau kebutuhan.
Jadi, diperoleh kesimpulan bahwa retensi adalah kegiatan belajar mengajar yang berhubungan dengan keterampilan daya ingat siswa dari materi yang telah disampaikan dalam rentang waktu tertentu, atau jumlah informasi yang masih mampu diingat atau diungkapkan kembali oleh siswa setelah selang waktu tertentu. 

PROSES RETENSI
Winfred F. Hill (2012:199) mengemukakan retensi (retention) menunjukkan bahwa  yang dipelajari tidak menghasilkan efek praktis kecuali mengingatnya cukup lama sehingga bisa menggunakannya. Bandura dalam Hergenhahn (2008: 364) berpendapat bahwa ada retentional process (proses retensional) di mana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal (imajinatif) dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara imajinatif adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan dilaksanakan lama sesudah belajar observasional terjadi. Penyimpanan informasi secara verbal yaitu dengan menangkap informasi melalui kata-kata yang disampaikan oleh model. Arti penting dari proses ini adalah bahwa pengamat tidak akan dapat memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir, kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk digunakan pada waktu kemudian. Bandura dan Tolman membuat kesepakatan yaitu Bandura mengatakan bahwa perilaku setidaknya sebagian ditentukan oleh citra atau gambaran mental tentang pengalaman masa lalu. Sedangkan Tolman mengatakan bahwa kebanyakan perilaku diatur oleh peta kognitif, yang berisi representasi mental dari pengalaman yang lalu dalam situasi tertentu.
Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa proses retensi merupakan proses penyimpanan informasi terhadap hal yang dilihat dari model, baik secara verbal maupun imajinatif. 


MACAM-MACAM MEMORI
Sebuah konsep penting ketika memikirkan kemampuan adalah ingatan yang seringkali dilihat secara sederhana sebagai penyimpanan aktifitas pemrosesan informasi. Berbagai macam tipe memori dan karakteristiknya sangatlah berguna nantinya ketika membahas berbagai aspek dari performa manusia. Ada tiga macam tipe memori dikemukakan dalam buku Schmidt (1991: 41- 43), yaitu :
1.      Short-Term Sensory Store (STSS).
Sensorik dari memori adalah penyimpanan memori jangka pendek (short-term sensory store (STSS). Banyak arus informasi yang diproses secara bersamaan dan paralel dalam tahap identifikasi stimulus. Pada awalnya stimulus memasuki sebuah sistem dan untuk waktu singkat disimpan pada STSS yang berbeda berdasarkan bentuknya (suara, visual, kinestetik, taktis, dan sebagainya). Informasi disimpan pada sistem memori ini hanya pada saat yang singkat, mungkin hanya beberapa ratus milidetik sebelum ditimpa oleh arus stimuli atau informasi sensorik yang lain. Sebagai contoh dalam kehidupan nyata, ketika seorang siswa diminta untuk mencari nomor telepon misalnya, nomor itu akan sampai ke memori jangka pendek. Namun, ketika siswa itu tidak mengulang-ulang nomor tersebut sewaktu ia berjalan dari buku telepon ke pesawat telepon, kemungkinan siswa tersebut lupa akan nomor tersebut menjadi lebih besar.
2.      Short-Term Memory (STM)
Memori kerja jangka pendek (short-term memory)  atau juga dikenal dengan sebutan memori kerja (working memory). STM diandaikan sebagai sebuah ruang kerja (memori kerja) dimana aktifitas pemroses informasi yang terkontrol dapat diterapkan untuk informasi yang relevan. STM dianggap sangat terbatas kapasitasnya. Jika STM dianggap sebagai sebuah kesadaran, maka bisa dilihat bahwa STM memiliki batasan tertentu.
STM juga terbatas kapasitasnya, STM hanya dapat menyimpan sedikit informasi. Miller dalam Schunk (2012 : 256) mengatakan bahwa kapasitas STM tujuh plus atau minus dua item, dimana item-itemnya adalah unit-unit yang bermakna seperti kata-kata, huruf-huruf, dan tuturan-tuturan umum.
 Informasi dalam STM dapat disimpan selama perhatian diarahkan ke memori itu misalkan dengan cara didaur ulang, atau mengulang-ulang informasi yang ada. Jika perhatian terhadap memori dialihkan maka STM akan terlupakan bahkan akan hilang sama sekali dalam 30 detik. Contoh memori ini adalah jika seorang pelatih mengarahkan kaki anak didiknya hanya sekali saja saat belajar renang, maka anak didiknya akan mengalami kesulitan mengulang posisi itu lagi karena ingatan kinestetiknya akan surut dari STM seiring berjalan waktu.
3.      Long-Term Memory (LTM)
Bagian ketiga dari memori adalah memori jangka panjang atau long-term memory (LTM) yang berisi informasi yang telah sangat dipahami dan dikumpulkan seumur hidup. Eksperimen menunjukan bahwa LTM pada dasarnya memiliki kapasitas yang tidak terbatas, sebagaimana ditunjukan dari luasnya informasi yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Informasi tersebut mungkin tidak akan pernah terlupakan, anda tidak mungkin lupa cara mengendarai sepeda atau melempar bola bahkan setelah bertahun-tahun tidak latihan. Mungkin satu-satunya alasan kenapa anda tidak dapat mengingat nama seseorang atau nomor telepon yang lama mungkin bukan karena anda tidak menyimpan informasi itu tetapi lebih ke anda tidak mampu mengakses atau mengambil informasi yang tersimpan. Pengkodean dalam LTM dibayangkan sebagai sesuatu yang sangatlah abstrak dimana informasi dikodekan oleh hubungan yang rumit dengan informasi lain yang disimpan, berdasarkan penggambaran dan berdasarkan asal atau proses lain yang lebih dipahami.
Informasi tersimpan pada LTM dikontrol oleh pemrosesan dalam STM. Misalnya melalui pengulangan, menyambungkan dengan informasi lain sehingga penyimpanan LTM secara umum penuh dengan usaha. Untuk bisa mengatakan seseorang telah mempelajari sesuatu maka dia harus mampu memindahkan informasi dari STM ke LTM. Hal ini juga berlaku untuk kemampuan pergerakan, dimana program motorik untuk sebuah aksi  disimpan dalam LTM untuk dieksekusi lebih lanjut. Untuk berbagai kemampuan motor khususnya yang berlangsung secara terus menerus seperti mengendarai sepeda atau berenang, pengalaman dan eksperimen umum menunjukan bahwa retensi tetap hampir sempurna bahkan ketika bertahun-tahun bahkan masa sepuluh tahun tanpa latihan.


PENGKODEAN
            Pengkodean (encoding) adalah proses menempatkan informasi yang baru (yang masuk) ke dalam sistem pengolahan informasi dan mempersiapkannya untuk disimpan dalam LTM. Pengkodean biasanya dilaksanakan dengan membuat informasi-informasi yang baru memiliki makna dan menggabungkannya dengan informasi-informasi yang telah diketahui dalam LTM.
            Pendekatan masalah pengkodean telah dikembangkan oleh Paivio dalam Hill (2012: 291). Ia menyatakan bahwa informasi disimpan dalam memori melalui dua bentuk, verbal dan imajinal. Tentu saja representasi informasi secara verbal mengambil bentuk kata-kata, entah berupa kata-kata yang terpisah-pisah, statemen tunggal, atau rangkain statemen yang saling berkait secara kompleks. Representasi imajinal mengambil bentuk kesan-kesan (images), dalam wujud yang beragam (minsanya, bunyi sebuah nada atau aroma minuman kopi panas), namun pokoknya berbentuk kesan visual atau gambaran mental. Sebagai item informasi tersimpan dalam salah satu bentuk, sebagian dalam bentuk yang lainnya, dan sebagainya dalam kedua bentuk tersebut.
            Faktor-kaktor penting yang mempengaruhi pengkodean adalah sebagai berikut:
a. Organisasi.                                            
Teori dan penelitian Gestalt menunjukan bahwa materi-materi yang diorganisasikan dengan baik akan mudah dipelajari dan diingat (Katona dalam Schunk, 2012: 262). Materi-materi yang terorganisasikan akan meningkatkan memori karena item-itemnya dihubungkan antara satu sama lain secara sistematis. Ingatan terhadap satu item akan memicu ingatan terhadap item-item yang berkaitan dengan item tersebut.
Cara-cara mengorganisasikan informasi diantaranya adalah menggunakan teknik-teknik mnemonic (catatan: pola huruf atau ide-ide yang menunjang ingatan).  Teknik mnemonic membantu siswa memperkaya atau mengembangkan materi, contohnya seperti membetuk huruf-huruf pertama dari tiap-tiap yang harus dipelajari menjadi akronomin, frasa yang banyak dikenal, atau kalimat (Maltin dalam Schunk, 2012: 263).
b. Penjelasan
            Penjelasan adalah proses mengembangkan informasi yang baru bagi seseorang dengan menambahkan atau menghubungkan dengan hal-hal yang telah diketahuinya. Penjelasan membantu pengkodean dan penarikan dari memori karena cara ini dapat menghubungkan informasi yang harus diingat dengan pengetahuan-pengetahuan lain.
            Siswa dapat menggunakan penjelasan, tetapi jika tidak bisa, mereka tidak harus bersusah payah dengan percuma jika guru mereka dapat memberikan penjelasan yang efektif pada mereka. Untuk membantu penyimpanan dalam memori dan penarikannya, penjelasannya harus masuk akal. Penjelasan yang terlalu tidak bisa jadi tidak akan diingat. Penjelasan yang pas dan masuk akal akan memfasilitasi memori dan proses mengingat (Bransford, dkk  dalam Schunk, 2012: 264).


c. Skema
            Skema (bentuk jamaknya : skema-skema atau skemata) adalah struktur yang mengorganisasikan sejumlah besar informasi menjadi sebuah sistem yang bermakna. Skemata memuat pengetahuan-pengetahuan yang digenaralisasikan tentang situasi-situasi. Skemata adalah rencana-rencana yang kita pelajari dan digunakan dalam interaksi-interaksi  kita dengan lingkungan.
            Skemata membatu pengkodean karena skemata menjelaskan atau mengembangkan materi-materi baru menjadi sebuah struktur yang bermakna  ketika mempelajari materi-materi, siswa berusaha untuk menyesuaikan informasi-informasi ke dalam ruang-ruang skema.
Skema-skema dapat memfasilitasi ingatan secara terpisah dari manfaat-manfaatnya untuk pengkodean. Anderson dan Pichert dalam Schunk (2012: 265) memberikan sebuah cerita kepada sejumlah mahasiswa tentang dua anak laki-laki yang membolos. Mahasiswa-mahasiswa tersebut diminta membacanya dari perspektif seorang perampok atau seorang pembeli rumah. Cerita tersebut memiliki elemen-elemen yang relavan dengan kedua perspektif tersebut. Mereka mengingat cerita ini  dan kemudian mengigatnya lagi untuk kedua kalinya. Pada ingatan yang kedua, separuh dari mereka diminta untuk menggunakan perspektif yang pertama dan separuhnya lagi menggunakan perspektif yang satunya. Pada proses mengingat yang kedua mereka mengingat lebih banyak informasi yang relevan dengan perspektif kedua, bukan perspektif yang pertama, dan lebih sedikit informasi yang tidak penting bagi perspektif yang kedua tadinya penting bagi perspektif pertama.


TRANSFER PEMBELAJARAN
Menurut Schmidt dan Wrisgberg, (2000: 218) transfer didefinisikan sebagai peningkatan atau pengurangan kemampuan dalam merespon sebuah aktifitas sebagai hasil dari latihan di aktifitas lain. Transfer juga menjelaskan bagaimana pembelajaran sebelumnya berpengaruh pada pembelajaran selanjutnya. National Research Council dalam (Schunk, 2012: 439) mengemukakan bahwa transfer tercangkup dalam pembelajaran baru karena siswa mentransfer pengetahuan mereka yang terkait pada situasi dan pengalaman. Kemampuan kognitif untuk mentransfer merupakan hal yang penting karena tanpa ini semua pembelajaran akan banyak spesifik secara situasi dan akan banyak waktu yang dihabiskan dalam pemberian pengajaran untuk mengajarkan kembali kemampuan dalam situasi baru.
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam situasi lain yang tertentu. Contoh sesorang yang telah dapat mengedarai seperti motor lebih mudah jika ia belajar mengendarai mobil. Pengetahuan dan kecakapannya mengendarai sepeda motor diterapkan atau ditransferkan kepada kecakapan mengendarai mobil.
PERAN TRANSFER PADA PROSES PEMBELAJARAN
Salah satu peran transfer pada proses pembelajaran yaitu ketika anak didik atau siswa melakukan salah satu bentuk latihan dengan tujuan bahwa pembelajaran yang dicapai akan berguna untuk beberapa versi latihan lainnya. Sebagai contohnya, pemain sepakbola mengasumsikan bahwa melakukan tendagan bebas  melewati  pagar betis penghalang buatan pada saat latihan akan berguna pada saat bertugas melakukan tendangan bebas pada pertandingan resmi. Di setiap situasi ini, transfer dari latihan ke kondisi kemampuan kriteria haruslah signifikan. Jika tidak maka sesi latihan akan hanya membuang-buang waktu.
Dengan demikian kita dapat mengatakan transfer belajar yang telah kita pelajari dapat dipergunakan  untuk memperlajari yang lain. Biasanya transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara yang lama dengan yang baru, meskipun tidak benar-benar sama.
MACAM-MACAM TRANSFER
            Menurut  Schmidt  (1991: 168)  ada beberapa bentuk transfer,  yaitu :
A. Transfer Jarak Dekat
Salah satu aspek penting dari berbagai macam bentuk latihan adalah jangkauan dari latihan tertentu dengan penerapan di dunia nyata. Hal ini pada umumnya disebut sebagai transfer jarak dekat, dimana tujuan dari pembelajaran adalah aktifitas yang serupa dengan aktifitas saat latihan. Contoh, ketika pemain basket membuat pergerakan yang lebih lebar pada saat melakukan tembakan sambil melompat dia telah belajar untuk menghindari rentangan lengan dari pemain belakang atau pemain bertahan lawan yang memiliki postur tubuh yang lebih tinggi selama pertandingan berlangsung.
B. Transfer Jarak Jauh
            Ketika instruktur ingin melatih anak didiknya untuk mengembangkan kemampuan umum untuk berbagai macam kemampuan, hanya beberapa saja yang mungkin akan dijalankan pada saat latihan. Hal ini seringkali disebut dengan transfer jarak jauh dimana tujuan akhirnya berbeda bentuk dengan pengaturan saat latihan. Sebagai contoh, anak sekolah dasar (SD) diberi pelajaran untuk melakukan ice-skating pada pelajaran olahraga, kemampuan ini diharapan akan digunakan di masa depan untuk figure skating, ice hockey atau hanya untuk sekedar aktifitas rekreasional. Oleh karena itu tujuan dari kelas bukanlah melekat pada kefektifan melakukan skating pada saat itu tetapi bagaimana nantinya hal itu akan ditransfer di situasi lain. Contoh lain adalah berlatih untuk melempar, melompat dan berlari, perhatiannya utamanya adalah sejauh mana aktifitas tersebut akan ditransfer ke aktifitas lain di masa depan yang berhubungan dengan melempar, melompat dan berlari namun pada sebuah setting yang sangat berbeda.
Sedangkan menurut Gagne dikutip  http://sarri-mouse.blogspot.co.id /2014 /11/makalah-tentang-transfer-belajar-atau_0.html Sarri (2014) transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yang mana penjelasan lebih lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari Thorndike maupun dari Robert M. Gagne adalah sebagai berikut:
1. Transfer positif
            Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam kurikulum di sekolah atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.
Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah. Misalnya, siswa yang telah pandai bermain sepakbola akan secara otomatis mudah untuk belajar bermain futsal, karena kesamaan elemen (sama-sama bermain bola menggunakan kaki).
2. Transfer negatif
            Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak  atau mengalami hambatan terhadap ketrampilan atau pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yaitu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”. 
Contoh, siswa yang terbiasa menggunakan tangan kiri pada saat melakukan servis pada permainan bola voli akan sulit apabila belajar melakukan servis mengguanakan tangan kanan. Artinya, keterampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar keterampilan lainnya.
3. Transfer vertikal
                               Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar atau pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi  dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
                   Contoh, seorang siswa Sekolah Dasar (SD) yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan akan mudah mempelajari perkalian, atau seorang anak yang telah menguasai mata pelajaran nahwu dan shorrof akan sangat mudah mempelajari kitab-kitab fiqih, tafsir dan sejenisnya.
Agar memperoleh transfer vertikal, guru sangat dianjurkan untuk menjelaskan kepada para siswa secara eksplisit mengenai faedah materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya yang lebih kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan yang benar mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan gurunya itu, mungkin ia tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk mempelajari materi lainnya yang lebih rumit.
4. Transfer lateral
Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
                    Contoh, orang yang mempelajari dan memahami mata pelajaran bahasa asing yang mempunyai struktur gramatika, susunan kata, sintaksis yang sama. Seperti mempelajari dan memahami bahasa inggris akan mempermudah mempelajari bahasa jerman.
Dengan adanya empat tipe transfer yang telah disebutkan di atas maka seorang guru harus berupaya agar terjadi transfer yang positif, yaitu bagaimana ia dapat menyusun dan menata suasana belajar yang dapat bermanfaat pada aktifitas belajar siswa. Pada tataran praksis seorang guru harus dapat mengupayakan proses belajar yang mempunyai kesesuaian dan kemiripan dunia keseharian anak. Atau dengan kata lain bagaimana seorang guru dapat mengupayakan suatu proses pelajaran yang membumi, dan tidak mengawang-awang, sehingga anak mempunyai bekal untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkannya di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
PANDANGAN-PANDANGAN LAMA
a. Elemen identik
 Teori pengkondisian behaviorisme menekankan bahwa transfer tergantung pada elemen identik atau fitur-fitur yang sama (stimulus) di antara situasi. Thorndike, 1913b dalam Dale H. Schunk (2012: 440) menegaskan bahwa transfer terjadi ketika situasi memiliki elemen yang identik (stimulus) dan berfungsi untuk respons yang serupa. Hubungan yang jelas dan dikenal harus ada di antara tugas asal dan transfer, karena ini sering menjadi kasus di antara mengulang/melatih dan pekerjaan rumah.
b. Generalisasi
Skinner, 1953 dalam Dale H. Schunk (2012: 440) memberikan pandangan lain mengenai transfer. Mengacu pada teori pengkondisian operasi, transfer mencakup generalisasi respons dari data stimulus yang dibedaan satu sama lain. Dengan demikian, siswa diajarkan untuk meletakkan buku mereka ketika bel berbunyi. Ketika siswa beralih ke kelas lain, mengambil kembali buku ketika bel berbunyi akan melakukan generalisasi pada setting baru.
            Hal pokok dalam generalisasi, seperti halnya elemen identik, memiliki daya tarik intuitif. Tentu saja beberapa transfer terjadi melalui generalisasi, dan hal itu bahkan bisa terjadi secara otomatis. Contoh siswa yang dihukum karena perilaku yang buruk di sebuah kelas tidak akan berprilaku buruk di kelas lainnya.
FAKTOR – FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TRANSFER BELAJAR
Sudah tentu di sekolah diusahakan agar siswa belajar mengadakan transfer belajar positif, supaya siswa mampu menggunakan aneka hasil (yang diperoleh di bidang studi yang satu) di bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun terjadinya transfer belajar positif tergantung dari beberapa faktor yaitu :
a. Proses belajar
Proses belajar, kesungguhan motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap terhadap pelajaran. Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauh mana kadar konsentrasinya.  Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belajar. Semua ini berkaitan dengan tata cara belajar atau teknik-teknik studi, apakah efisien dan efektif. Maka makin  baik tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan siswa akan mengadakan transfer belajar.

b. Hasil belajar
 Hasil studi yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal), kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan sikap.Hasil belajar yang lama dapat memudahkan untuk menerima stimulus yang baru. Jadi baik atau tidaknya, sedikit atau banyaknya hasil belajar yang diperoleh sebelumnya dapat mempengaruhi transfer belajar atau proses belajar selanjutnya.
c. Bahan atau materi
Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi. Transfer belajar mengandalkan adanya kesamaan, maka kesamaan antara daerah atau bidang studi atau antara bidang studi dan kehidupan sehari-hari itu secara nyata harus ada, entah menyangkut metode, materi, prosedur kerja atau sikap.
d. Sikap dan usaha guru
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan transfer belajar. Sikap guru yang menyadari, bahwa tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa secara keseluruhan, dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.
PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN TRANSFER
Kurikulum sekolah yang telah banyak meyajikan sejumlah mata pelajaran yang untuk dipelajari oleh anak didik, adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata pelajaran, sesuai dengan keahliannya agar dengan mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah, prinsip, dalil dalam mata pelajaran tersebut dalam struktur kognitif anak didik, sehingga hasil belajar dalam mata pelajaran itu dapat ditransfer untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan dalam mempelajari mata pelajaran yang lain.
Kesamaan unsur-unsur tententu dalam mata pelajaran tertentu dapat ditransfer secara timbal balik. Agar transfer dalam belajar terjadi, prinsip korelasi mutlak diperlukan jembatan penghubung antara materi pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya dalam mata pelajaran yang berbeda.
Pemberian mata pelajaran dengan penjelasan yang lebih mendekati realitas kehidupan sehari-hari, membuat hasil belajar lebih bermakna. Mata pelajaran tidak lagi dianggap terpisah, tetapi merupakan bagian dari kehidupan. Anak didik tidak lagi menganggap mata pelajaran sebagai teori tanpa guna, tetapi dianggap sebagai mata pelajaran yang hasil dari mempelajarinya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan di luar sekolah.
Guru harus menjelaskan bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna dalam kehidupan masyarakat. Penguasaan mata pelajaran agama dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dalam menjalani jembatan kehidupan yang fana. Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan transfer dalam belajar. Itulah hasil belajar yang produktif, tepat guna, dan berguna bagi masyarakat.


APLIKASI RETENSI DAN TRANSFER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

Retensi dan transfer dapat diaplikasikan pada pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Misalnya, pada hari Jum’at tanggal 13 November 2015 guru memberi materi tentang pembelajaran teknik dasar bermain sepakbola kepada siswa.Pertama, guru mempraktekkan cara melakukan teknik dasar tendangan menggunakan kaki bagian dalam maupun kaki bagian luar  yang benar terlebih dahulu, setelah itu baru siswa mempraktekkan yang telah guru berikan  sebelumnya pada saat pembelajaran berlangsung. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 20 November 2015  guru meminta siswa untuk menggulangi atau menginggat lagi materi pembelajaran yang telah diberikan 1 minggu yang lalu. Kemudian siswa mentransfer pembelajaran sebelumnya ke pembelajaran lanjutan teknik dasar  bermain sepakbola.
Jadi, siswa diharapkan dapat menggingat dan mentransfer informasi yang telah dipelajari 1 minggu yang lalu ke pembelajaran berikutnya.
SIMPULAN
Ada tiga tahap terjadinya proses retensi atau ingatan yaitu proses memasukan informasi atau pengkodean, proses penyimpanan, dan proses pengingatan kembali. Selain itu, proses retensi juga disimpan secara simbolis melalui dua cara yaitu simbol imijinatif dan simbol verbal.
Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam situasi lain yang tertentu. Transfer terdiri dari beberapa bentuk yaitu: transfer jarak dekat, transfer jarak jauh, transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan transfer lateral.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Diakses 03 Oktober 2015. Retensi sebagai bagian dari asesmen autentik. https://jempolmdo. wordpress.com/2010/02/04/ retensi- sebagai-bagian-dari-asesmen-autentik/.

Hill, W. F. 2012. Theories of Learning: A Survey of Psychological Interpretations. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Sarri. 2104. Diakses 02 November 2015. Makalah tentang Transfer Belajar atau Pengalihan Belajar. http://sarri- mouse. blogspot.co.id/2014/11/makalah-tentang-transfer-belajar-atau_0.html.

Schmidt, R. A and Wrisberg, C. A. 2000. Motor Learning and Performance: A Problem-based Learning. 2rd edition. Champaign, II. Human Kinetics.

Schmidt, R. A. 1991. Motor Learning Performance From Principle To Practice. Canada. Human Kinetics Books.

Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories: An Educational Perspective. Edisi keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: UNY Press. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar