RETENSI DAN
TRANSFER
Oleh:
Rahmad Dwi
Propayanda
NIM 15711251010
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk
mempelajari serta memahami pengertian retensi, transfer, dan mengaplikasikannya
pada pembelajaran.
Retensi merupakan hasil belajar yang
mengacu kepada sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar yang masih diingat
oleh siswa dalam rentang waktu tertentu. Ada tiga proses retensi yaitu, memasukan
pesan dalam ingatan, menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage,dan memunculkan kembali informasi tersebut atau retrieval.
Transfer
didefinisikan sebagai peningkatan atau pengurangan kemampuan dalam merespon
sebuah aktifitas sebagai hasil dari latihan di
aktifitaas lain.
Transfer juga menjelaskan bagaimana pembelajaran sebelumnya berpengaruh pada
pembelajaran selanjutnya. Transfer disebut positif jika membantu performa pada kemampuan yang lain,
dan negatif jika itu mengurangi performa atau kosong jika tidak berdampak sama
sekali.
Kata
Kunci: Retensi, transfer, pembelajaran
PENDAHULUAN
Dalam
proses kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa. Guru sebagai
penyampai materi pembelajaran dan siswa adalah yang menerima materi yang
disampaikan guru, dan tidak menutup kemungkinan ada terjadi saling sharing (berbagi informasi) bisa dari
guru ke siswa, bisa dari siswa ke guru dan bisa dari siswa ke siswa. Interaksi
antara guru dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat berperan penting,
karena untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan seorang guru
dituntut untuk dapat menyampaikan materi pembelajaran dengan baik sehingga
siswa mampu menerima materi serta dapat mengingat dan memahaminya dengan baik dalam
kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, siswa
diharapkan untuk dapat menyerap dan menyimpan hasil belajar (retensi) dengan
baik. Daya ingat yang baik merupakan kebutuhan setiap siswa untuk belajar
optimal. Karena hasil belajar siswa di sekolah diukur berdasarkan penguasaan
siswa atas materi pelajaran, yang prosesnya tidak terlepas dari kegiatan
mengingat (kemampuan menggunakan daya ingat). Maka dengan daya ingat yang baik,
siswa akan dapat belajar dengan mudah dan mencapai hasil optimal.
Selain itu, siswa juga
harus mampu mentransfer pembelajaran dengan baik dengan cara menerapkan
sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam
situasi lain yang tertentu. Karena transfer akan berguna bila mampu membuat
perubahan yang baik dari pembelajaran sebelumnya ke pembelajaran selanjutnya.
RETENSI
DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Sills dikutip
dari https://jempolmdo.
wordpress.com/2010/02/04/ retensi-sebagai-bagian-dari-asesmen-autentik/
retensi merupakan hasil belajar yang mengacu
kepada sejumlah pengetahuan dan pengalaman belajar yang masih diingat oleh siswa
dalam rentang waktu tertentu. Atkison, dkk dalam Sugihartono, dkk (2007: 10)
memandang memori dalam tiga tahapan atau proses, yaitu: memasukan pesan dalam
ingatan, menyimpan pesan yang sudah masuk atau storage,dan memunculkan kembali informasi tersebut atau retrieval.
Ada 3 tahap yang
terjadi pada proses ingatan, yaitu proses memasukan informasi atau pengkodean,
proses penyimpanan dan proses mengingat.
1) Proses
Memasukan Informasi atau Pengkodean
Pada
tahap ini terjadi proses memasukan informasi yang ada dengan mengubah sifat
informasi ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat organisme, seperti
simbol-simbol tertentu yang sesuai dengan sifat organisme.
2) Proses
Penyimpanan
Tahap kedua ini juga disebut juga retensi. Pada
tahap ini terjadi pengendapan informasi yang telah terkode dalam suatu tempat
tertentu. Ketika telah mempelajari sesuatu biasanya akan tersimpan dalam bentuk
jejak-jejak (traces) dan bisa
ditimbulkan kembali. Jejak-jejak tersebut biasa juga disebut dengan tilas
ingatan (memory traces).
3) Proses
Pengingatan Kembali
Proses pengingatan adalah proses mengingat kembali
dari apa yang telah disimpan pada tahap kedua tadi. Mengingat kembali merupakan
suatu proses mencari dan menentukan informasi yang disimpan dalam ingatan untuk
suatu keperluan atau kebutuhan.
Jadi, diperoleh
kesimpulan bahwa retensi adalah kegiatan belajar mengajar yang berhubungan
dengan keterampilan daya ingat siswa dari materi yang telah disampaikan dalam
rentang waktu tertentu, atau jumlah informasi yang masih mampu diingat atau
diungkapkan kembali oleh siswa setelah selang waktu tertentu.
PROSES
RETENSI
Winfred F. Hill (2012:199)
mengemukakan retensi (retention)
menunjukkan bahwa yang dipelajari tidak
menghasilkan efek praktis kecuali mengingatnya cukup lama sehingga bisa
menggunakannya. Bandura dalam Hergenhahn (2008: 364) berpendapat bahwa ada retentional process (proses retensional)
di mana informasi disimpan secara simbolis melalui dua cara, secara imajinal
(imajinatif) dan secara verbal. Simbol-simbol yang disimpan secara imajinatif
adalah gambaran tentang hal-hal yang dialami model, yang dapat diambil dan
dilaksanakan lama sesudah belajar observasional terjadi. Penyimpanan informasi
secara verbal yaitu dengan menangkap informasi melalui kata-kata yang disampaikan
oleh model. Arti penting dari proses ini adalah bahwa pengamat tidak akan dapat
memperoleh manfaat dari tingkah laku yang diamati ketika model tidak hadir,
kecuali apabila tingkah laku itu dikode dan disimpan dalam ingatan untuk
digunakan pada waktu kemudian. Bandura dan Tolman membuat kesepakatan yaitu
Bandura mengatakan bahwa perilaku setidaknya sebagian ditentukan oleh citra
atau gambaran mental tentang pengalaman masa lalu. Sedangkan Tolman mengatakan
bahwa kebanyakan perilaku diatur oleh peta kognitif, yang berisi representasi
mental dari pengalaman yang lalu dalam situasi tertentu.
Dapat disimpulkan dari
uraian diatas bahwa proses retensi merupakan proses penyimpanan informasi
terhadap hal yang dilihat dari model, baik secara verbal maupun
imajinatif.
MACAM-MACAM MEMORI
Sebuah konsep penting ketika memikirkan kemampuan adalah ingatan
yang seringkali dilihat secara sederhana sebagai penyimpanan aktifitas
pemrosesan informasi. Berbagai macam tipe memori dan karakteristiknya sangatlah
berguna nantinya ketika membahas berbagai aspek dari performa manusia. Ada tiga macam tipe memori dikemukakan dalam
buku Schmidt (1991: 41- 43), yaitu :
1.
Short-Term Sensory Store (STSS).
Sensorik dari memori adalah penyimpanan memori jangka
pendek (short-term sensory store
(STSS). Banyak arus informasi yang diproses secara bersamaan dan
paralel dalam tahap identifikasi stimulus. Pada awalnya stimulus memasuki
sebuah sistem dan untuk waktu singkat disimpan pada STSS yang berbeda
berdasarkan bentuknya (suara, visual, kinestetik, taktis, dan sebagainya).
Informasi disimpan pada sistem memori ini hanya pada saat yang singkat, mungkin
hanya beberapa ratus milidetik sebelum ditimpa oleh arus stimuli atau informasi
sensorik yang lain. Sebagai
contoh dalam kehidupan nyata, ketika seorang siswa diminta untuk mencari nomor
telepon misalnya, nomor itu akan sampai ke memori jangka pendek. Namun, ketika siswa
itu tidak mengulang-ulang nomor tersebut sewaktu ia berjalan dari buku telepon
ke pesawat telepon, kemungkinan siswa tersebut lupa akan nomor tersebut menjadi
lebih besar.
2.
Short-Term Memory (STM)
Memori kerja jangka
pendek (short-term memory) atau juga dikenal dengan sebutan memori kerja
(working memory). STM diandaikan sebagai
sebuah ruang kerja (memori kerja) dimana aktifitas pemroses informasi yang
terkontrol dapat diterapkan untuk informasi yang relevan. STM dianggap sangat
terbatas kapasitasnya. Jika STM dianggap sebagai sebuah kesadaran, maka bisa
dilihat bahwa STM memiliki batasan tertentu.
STM juga terbatas
kapasitasnya, STM hanya dapat menyimpan sedikit informasi. Miller dalam Schunk
(2012 : 256) mengatakan bahwa kapasitas STM tujuh plus atau minus dua item, dimana item-itemnya adalah unit-unit yang
bermakna seperti kata-kata, huruf-huruf, dan tuturan-tuturan umum.
Informasi dalam
STM dapat disimpan selama perhatian diarahkan ke memori itu misalkan dengan
cara didaur ulang, atau mengulang-ulang informasi yang ada. Jika perhatian
terhadap memori dialihkan maka STM akan terlupakan bahkan akan hilang sama
sekali dalam 30 detik. Contoh memori ini adalah jika seorang pelatih mengarahkan kaki anak
didiknya hanya sekali saja
saat belajar renang, maka anak didiknya akan mengalami kesulitan mengulang
posisi itu lagi karena ingatan kinestetiknya akan surut dari STM seiring
berjalan waktu.
3. Long-Term Memory (LTM)
Bagian ketiga dari memori adalah memori jangka panjang
atau long-term memory (LTM) yang
berisi informasi yang telah sangat dipahami dan dikumpulkan seumur hidup. Eksperimen
menunjukan bahwa LTM pada dasarnya memiliki kapasitas yang tidak terbatas,
sebagaimana ditunjukan dari luasnya informasi yang dapat disimpan dalam jangka
waktu yang panjang. Informasi tersebut mungkin tidak akan pernah terlupakan, anda
tidak mungkin lupa cara mengendarai sepeda atau melempar bola bahkan setelah
bertahun-tahun tidak latihan. Mungkin satu-satunya alasan kenapa anda tidak dapat mengingat nama seseorang
atau nomor telepon yang lama mungkin bukan karena anda tidak menyimpan
informasi itu tetapi lebih ke anda tidak mampu mengakses atau mengambil
informasi yang tersimpan. Pengkodean dalam LTM dibayangkan sebagai sesuatu yang
sangatlah abstrak dimana informasi dikodekan oleh hubungan yang rumit dengan
informasi lain yang disimpan, berdasarkan penggambaran dan berdasarkan asal
atau proses lain yang lebih dipahami.
Informasi tersimpan pada LTM dikontrol oleh pemrosesan
dalam STM. Misalnya melalui
pengulangan, menyambungkan dengan informasi lain sehingga penyimpanan LTM
secara umum penuh dengan usaha. Untuk bisa mengatakan seseorang telah
mempelajari sesuatu maka dia harus mampu memindahkan informasi dari STM ke LTM.
Hal ini juga berlaku untuk kemampuan pergerakan, dimana program motorik untuk
sebuah aksi disimpan dalam LTM untuk
dieksekusi lebih lanjut. Untuk berbagai kemampuan motor khususnya yang
berlangsung secara terus menerus seperti mengendarai sepeda atau berenang,
pengalaman dan eksperimen umum menunjukan bahwa retensi tetap hampir sempurna
bahkan ketika bertahun-tahun bahkan masa sepuluh tahun tanpa latihan.
PENGKODEAN
Pengkodean (encoding) adalah proses menempatkan informasi yang baru (yang
masuk) ke dalam sistem pengolahan informasi dan mempersiapkannya untuk disimpan
dalam LTM. Pengkodean biasanya dilaksanakan dengan membuat informasi-informasi yang
baru memiliki makna dan menggabungkannya dengan informasi-informasi yang telah
diketahui dalam LTM.
Pendekatan masalah pengkodean telah
dikembangkan oleh Paivio dalam Hill (2012: 291). Ia menyatakan bahwa informasi
disimpan dalam memori melalui dua bentuk, verbal dan imajinal. Tentu saja
representasi informasi secara verbal mengambil bentuk kata-kata, entah berupa
kata-kata yang terpisah-pisah, statemen tunggal, atau rangkain statemen yang
saling berkait secara kompleks. Representasi imajinal mengambil bentuk
kesan-kesan (images), dalam wujud
yang beragam (minsanya, bunyi sebuah nada atau aroma minuman kopi panas), namun
pokoknya berbentuk kesan visual atau gambaran mental. Sebagai item informasi
tersimpan dalam salah satu bentuk, sebagian dalam bentuk yang lainnya, dan
sebagainya dalam kedua bentuk tersebut.
Faktor-kaktor penting yang
mempengaruhi pengkodean adalah sebagai berikut:
a. Organisasi.
Teori dan penelitian Gestalt menunjukan bahwa materi-materi yang
diorganisasikan dengan baik akan mudah dipelajari dan diingat (Katona dalam Schunk,
2012: 262). Materi-materi yang terorganisasikan akan meningkatkan memori karena
item-itemnya dihubungkan antara satu sama lain secara sistematis. Ingatan
terhadap satu item akan memicu ingatan terhadap item-item yang berkaitan dengan
item tersebut.
Cara-cara mengorganisasikan informasi diantaranya adalah menggunakan
teknik-teknik mnemonic (catatan: pola huruf atau ide-ide yang menunjang ingatan). Teknik mnemonic membantu siswa memperkaya
atau mengembangkan materi, contohnya seperti membetuk huruf-huruf pertama dari tiap-tiap
yang harus dipelajari menjadi akronomin, frasa yang banyak dikenal, atau kalimat
(Maltin dalam Schunk, 2012: 263).
b.
Penjelasan
Penjelasan adalah proses
mengembangkan informasi yang baru bagi seseorang dengan menambahkan atau
menghubungkan dengan hal-hal yang telah diketahuinya. Penjelasan membantu
pengkodean dan penarikan dari memori karena cara ini dapat menghubungkan
informasi yang harus diingat dengan pengetahuan-pengetahuan lain.
Siswa dapat menggunakan penjelasan,
tetapi jika tidak bisa, mereka tidak harus bersusah payah dengan percuma jika
guru mereka dapat memberikan penjelasan yang efektif pada mereka. Untuk
membantu penyimpanan dalam memori dan penarikannya, penjelasannya harus masuk
akal. Penjelasan yang terlalu tidak bisa jadi tidak akan diingat. Penjelasan
yang pas dan masuk akal akan memfasilitasi memori dan proses mengingat (Bransford,
dkk dalam Schunk, 2012: 264).
c. Skema
Skema (bentuk jamaknya : skema-skema
atau skemata) adalah struktur yang mengorganisasikan sejumlah besar informasi
menjadi sebuah sistem yang bermakna. Skemata memuat pengetahuan-pengetahuan
yang digenaralisasikan tentang situasi-situasi. Skemata adalah rencana-rencana
yang kita pelajari dan digunakan dalam interaksi-interaksi kita dengan lingkungan.
Skemata membatu pengkodean karena
skemata menjelaskan atau mengembangkan materi-materi baru menjadi sebuah
struktur yang bermakna ketika
mempelajari materi-materi, siswa berusaha untuk menyesuaikan
informasi-informasi ke dalam ruang-ruang skema.
Skema-skema dapat memfasilitasi ingatan secara terpisah dari
manfaat-manfaatnya untuk pengkodean. Anderson dan Pichert dalam Schunk (2012:
265) memberikan sebuah cerita kepada sejumlah mahasiswa tentang dua anak
laki-laki yang membolos. Mahasiswa-mahasiswa tersebut diminta membacanya dari
perspektif seorang perampok atau seorang pembeli rumah. Cerita tersebut
memiliki elemen-elemen yang relavan dengan kedua perspektif tersebut. Mereka
mengingat cerita ini dan kemudian
mengigatnya lagi untuk kedua kalinya. Pada ingatan yang kedua, separuh dari
mereka diminta untuk menggunakan perspektif yang pertama dan separuhnya lagi
menggunakan perspektif yang satunya. Pada proses mengingat yang kedua mereka
mengingat lebih banyak informasi yang relevan dengan perspektif kedua, bukan
perspektif yang pertama, dan lebih sedikit informasi yang tidak penting bagi
perspektif yang kedua tadinya penting bagi perspektif pertama.
TRANSFER
PEMBELAJARAN
Menurut Schmidt dan Wrisgberg, (2000: 218) transfer didefinisikan sebagai peningkatan atau
pengurangan kemampuan dalam merespon sebuah aktifitas sebagai hasil dari latihan di aktifitas lain. Transfer
juga menjelaskan bagaimana pembelajaran sebelumnya berpengaruh pada
pembelajaran selanjutnya. National Research Council dalam (Schunk, 2012: 439) mengemukakan
bahwa transfer tercangkup dalam pembelajaran baru karena siswa mentransfer
pengetahuan mereka yang terkait pada situasi dan pengalaman. Kemampuan kognitif
untuk mentransfer merupakan hal yang penting karena tanpa ini semua
pembelajaran akan banyak spesifik secara situasi dan akan banyak waktu yang
dihabiskan dalam pemberian pengajaran untuk mengajarkan kembali kemampuan dalam
situasi baru.
Transfer belajar
terjadi apabila seseorang dapat menerapkan sebagian atau semua
kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam situasi lain yang
tertentu. Contoh sesorang yang telah dapat mengedarai seperti motor lebih mudah
jika ia belajar mengendarai mobil. Pengetahuan dan kecakapannya mengendarai
sepeda motor diterapkan atau ditransferkan kepada kecakapan mengendarai mobil.
PERAN TRANSFER PADA PROSES
PEMBELAJARAN
Salah satu peran transfer pada proses pembelajaran yaitu ketika anak didik
atau
siswa melakukan salah satu bentuk latihan dengan tujuan bahwa pembelajaran yang dicapai akan berguna untuk beberapa
versi latihan lainnya. Sebagai contohnya, pemain sepakbola mengasumsikan
bahwa melakukan tendagan bebas melewati pagar betis penghalang buatan pada saat latihan akan berguna pada saat bertugas
melakukan tendangan bebas pada pertandingan
resmi. Di setiap situasi ini,
transfer dari latihan ke kondisi kemampuan kriteria haruslah signifikan. Jika
tidak maka sesi latihan akan hanya membuang-buang waktu.
Dengan demikian kita
dapat mengatakan transfer belajar yang telah kita pelajari dapat
dipergunakan untuk memperlajari yang lain. Biasanya transfer ini terjadi
karena adanya persamaan sifat antara yang lama dengan yang baru, meskipun tidak
benar-benar sama.
MACAM-MACAM
TRANSFER
Menurut Schmidt
(1991: 168) ada beberapa bentuk
transfer, yaitu :
A. Transfer Jarak Dekat
Salah satu aspek
penting dari berbagai macam bentuk latihan adalah jangkauan dari latihan
tertentu dengan penerapan di dunia nyata. Hal ini pada umumnya disebut sebagai
transfer jarak dekat, dimana tujuan dari pembelajaran adalah aktifitas yang
serupa dengan aktifitas saat latihan. Contoh, ketika pemain basket membuat pergerakan yang lebih lebar
pada saat melakukan tembakan sambil melompat
dia telah belajar untuk menghindari rentangan lengan dari pemain belakang
atau pemain bertahan lawan yang
memiliki postur tubuh yang lebih tinggi
selama pertandingan berlangsung.
B. Transfer Jarak Jauh
Ketika instruktur ingin melatih anak
didiknya untuk mengembangkan kemampuan umum untuk berbagai macam kemampuan,
hanya beberapa saja yang mungkin akan dijalankan pada saat latihan. Hal ini
seringkali disebut dengan transfer jarak jauh dimana tujuan akhirnya berbeda
bentuk dengan pengaturan saat latihan. Sebagai contoh, anak sekolah dasar (SD)
diberi pelajaran untuk melakukan ice-skating
pada pelajaran olahraga, kemampuan ini diharapan akan digunakan di masa depan
untuk figure skating, ice hockey atau
hanya untuk sekedar aktifitas rekreasional. Oleh karena itu tujuan dari kelas
bukanlah melekat pada kefektifan melakukan skating
pada saat itu tetapi bagaimana nantinya hal itu akan ditransfer di situasi
lain. Contoh lain adalah berlatih untuk melempar, melompat dan berlari,
perhatiannya utamanya adalah sejauh mana aktifitas tersebut akan ditransfer ke
aktifitas lain di masa depan yang berhubungan dengan melempar, melompat dan
berlari namun pada sebuah setting
yang sangat berbeda.
Sedangkan menurut Gagne dikutip http://sarri-mouse.blogspot.co.id /2014 /11/makalah-tentang-transfer-belajar-atau_0.html
Sarri (2014) transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori,
yang mana penjelasan lebih lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari
Thorndike maupun dari Robert M. Gagne adalah sebagai berikut:
1. Transfer positif
Transfer yang berefek lebih baik
terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam
situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh
keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu
berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas
belajar yang lain dalam kurikulum di sekolah atau
dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer
belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.
Transfer positif, akan mudah terjadi
pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip
dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati siswa tersebut
kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari
di sekolah. Misalnya, siswa
yang telah pandai bermain sepakbola akan secara otomatis mudah untuk belajar
bermain futsal, karena kesamaan elemen (sama-sama bermain bola menggunakan kaki).
2. Transfer negatif
Transfer yang berefek buruk terhadap
kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa
apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak atau mengalami
hambatan terhadap ketrampilan atau pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami
hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan
negatif, yaitu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang
lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari,
transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
Contoh, siswa yang terbiasa menggunakan tangan kiri pada saat
melakukan servis pada permainan bola voli akan sulit apabila belajar melakukan
servis mengguanakan tangan kanan. Artinya, keterampilan yang sebelumnya
sudah dimiliki menjadi penghambat belajar keterampilan lainnya.
3. Transfer vertikal
Transfer yang berefek
baik terhadap kegiatan belajar
atau pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat
terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari
dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau
ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
Contoh,
seorang siswa Sekolah
Dasar (SD) yang telah
menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan akan mudah mempelajari perkalian,
atau seorang anak yang telah menguasai mata pelajaran nahwu dan shorrof akan
sangat mudah mempelajari kitab-kitab fiqih, tafsir dan sejenisnya.
Agar memperoleh transfer vertikal, guru
sangat dianjurkan untuk menjelaskan kepada para siswa secara eksplisit mengenai
faedah materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya
yang lebih kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan
yang benar mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan gurunya
itu, mungkin ia tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk mempelajari
materi lainnya yang lebih rumit.
4. Transfer lateral
Transfer yang berefek baik terhadap
kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah
samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan
materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya
dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat
tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh, orang yang mempelajari dan memahami mata
pelajaran bahasa asing yang mempunyai struktur gramatika, susunan kata,
sintaksis yang sama. Seperti mempelajari dan memahami bahasa inggris akan
mempermudah mempelajari bahasa jerman.
Dengan adanya empat tipe transfer yang
telah disebutkan di atas maka seorang guru harus berupaya agar terjadi transfer
yang positif, yaitu bagaimana ia dapat menyusun dan menata suasana belajar yang
dapat bermanfaat pada aktifitas belajar siswa. Pada tataran praksis seorang
guru harus dapat mengupayakan proses belajar yang mempunyai kesesuaian dan
kemiripan dunia keseharian anak. Atau dengan kata lain bagaimana seorang guru dapat
mengupayakan suatu proses pelajaran yang membumi, dan tidak mengawang-awang,
sehingga anak mempunyai bekal untuk dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang
didapatkannya di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
PANDANGAN-PANDANGAN
LAMA
a. Elemen identik
Teori pengkondisian behaviorisme menekankan
bahwa transfer tergantung pada elemen identik atau fitur-fitur yang sama
(stimulus) di antara situasi. Thorndike, 1913b dalam Dale H. Schunk (2012: 440)
menegaskan bahwa transfer terjadi ketika situasi memiliki elemen yang identik
(stimulus) dan berfungsi untuk respons yang serupa. Hubungan yang jelas dan
dikenal harus ada di antara tugas asal dan transfer, karena ini sering menjadi
kasus di antara mengulang/melatih dan pekerjaan rumah.
b. Generalisasi
Skinner, 1953 dalam
Dale H. Schunk (2012: 440) memberikan pandangan lain mengenai transfer. Mengacu
pada teori pengkondisian operasi, transfer mencakup generalisasi respons dari
data stimulus yang dibedaan satu sama lain. Dengan demikian, siswa diajarkan
untuk meletakkan buku mereka ketika bel berbunyi. Ketika siswa beralih ke kelas
lain, mengambil kembali buku ketika bel berbunyi akan melakukan generalisasi
pada setting baru.
Hal
pokok dalam generalisasi, seperti halnya elemen identik, memiliki daya tarik
intuitif. Tentu saja beberapa transfer terjadi melalui generalisasi, dan hal
itu bahkan bisa terjadi secara otomatis. Contoh siswa yang dihukum karena
perilaku yang buruk di sebuah kelas tidak akan berprilaku buruk di kelas
lainnya.
FAKTOR
– FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TRANSFER BELAJAR
Sudah tentu di sekolah
diusahakan agar siswa belajar mengadakan transfer belajar positif, supaya siswa
mampu menggunakan aneka hasil (yang diperoleh di bidang studi yang satu) di
bidang studi lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Namun terjadinya transfer
belajar positif tergantung dari beberapa faktor yaitu :
a. Proses belajar
Proses belajar, kesungguhan motivasi
belajar, dan kadar konsentrasi terhadap terhadap pelajaran. Siswa diharapkan
bersungguh-sungguh dalam mengolah materi pelajaran, dan ini juga tergantung
dari motivasi belajar dan sejauh mana kadar konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang
melibatkan diri dalam proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan
kurang mendalam dalam mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan
mengadakan transfer belajar. Semua ini berkaitan dengan tata cara belajar atau
teknik-teknik studi, apakah efisien dan efektif. Maka makin baik tata cara belajar itu, makin meningkat
pula kemungkinan siswa akan mengadakan transfer belajar.
b. Hasil belajar
Hasil studi
yang dipindahkan atau dialihkan itu dapat berupa pengetahuan (informasi verbal),
kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, ketrampilan motorik dan
sikap.Hasil belajar yang lama dapat memudahkan untuk menerima stimulus yang
baru. Jadi baik atau tidaknya, sedikit atau banyaknya hasil belajar yang
diperoleh sebelumnya dapat mempengaruhi transfer belajar atau proses belajar
selanjutnya.
c. Bahan atau materi
Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau
prosedur kerja yang diikuti dan sikap yang dibutuhkan dalam bidang studi.
Transfer belajar mengandalkan adanya kesamaan, maka kesamaan antara daerah atau
bidang studi atau antara bidang studi dan kehidupan sehari-hari itu secara
nyata harus ada, entah menyangkut metode, materi, prosedur kerja atau sikap.
d. Sikap dan usaha guru
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi
siswa dalam mengadakan transfer belajar. Sikap guru yang menyadari, bahwa
tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga
mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa secara keseluruhan,
dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.
PERANAN
GURU DALAM MENINGKATKAN TRANSFER
Kurikulum sekolah yang
telah banyak meyajikan sejumlah mata pelajaran yang untuk dipelajari oleh anak
didik, adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata
pelajaran, sesuai dengan keahliannya agar dengan mudah dan jelas menanamkan
pengertian tentang kaidah, prinsip, dalil dalam mata pelajaran tersebut dalam
struktur kognitif anak didik, sehingga hasil belajar dalam mata pelajaran itu
dapat ditransfer untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan dalam
mempelajari mata pelajaran yang lain.
Kesamaan unsur-unsur
tententu dalam mata pelajaran tertentu dapat ditransfer secara timbal balik.
Agar transfer dalam belajar terjadi, prinsip korelasi mutlak diperlukan
jembatan penghubung antara materi pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya
dalam mata pelajaran yang berbeda.
Pemberian mata
pelajaran dengan penjelasan yang lebih mendekati realitas kehidupan
sehari-hari, membuat hasil belajar lebih bermakna. Mata pelajaran tidak lagi
dianggap terpisah, tetapi merupakan bagian dari kehidupan. Anak didik tidak
lagi menganggap mata pelajaran sebagai teori tanpa guna, tetapi dianggap
sebagai mata pelajaran yang hasil dari mempelajarinya dapat digunakan untuk
memecahkan berbagai masalah kehidupan di luar sekolah.
Guru harus menjelaskan
bahwa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah akan bernilai guna dalam kehidupan
masyarakat. Penguasaan mata pelajaran agama dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dalam menjalani jembatan kehidupan
yang fana. Penjelasan tentang nilai guna mata pelajaran akan meningkatkan
transfer dalam belajar. Itulah hasil belajar yang produktif, tepat guna, dan
berguna bagi masyarakat.
APLIKASI RETENSI
DAN TRANSFER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI
Retensi dan transfer
dapat diaplikasikan pada pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Misalnya,
pada hari Jum’at tanggal 13 November 2015 guru memberi materi tentang
pembelajaran teknik dasar bermain sepakbola kepada siswa.Pertama, guru
mempraktekkan cara melakukan teknik dasar tendangan menggunakan kaki bagian
dalam maupun kaki bagian luar yang benar
terlebih dahulu, setelah itu baru siswa mempraktekkan yang telah guru
berikan sebelumnya pada saat
pembelajaran berlangsung. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 20 November
2015 guru meminta siswa untuk
menggulangi atau menginggat lagi materi pembelajaran yang telah diberikan 1
minggu yang lalu. Kemudian siswa mentransfer pembelajaran sebelumnya ke
pembelajaran lanjutan teknik dasar
bermain sepakbola.
Jadi, siswa diharapkan
dapat menggingat dan mentransfer informasi yang telah dipelajari 1 minggu yang
lalu ke pembelajaran berikutnya.
SIMPULAN
Ada tiga tahap terjadinya proses retensi atau ingatan yaitu proses
memasukan informasi atau pengkodean, proses penyimpanan, dan proses pengingatan
kembali. Selain itu, proses retensi juga disimpan secara
simbolis melalui dua cara yaitu
simbol imijinatif dan simbol verbal.
Transfer belajar
terjadi apabila seseorang dapat menerapkan sebagian atau semua
kecakapan-kecakapan yang telah dipelajarinya ke dalam situasi lain yang
tertentu. Transfer terdiri dari beberapa bentuk yaitu: transfer jarak dekat,
transfer jarak jauh, transfer positif, transfer negatif, transfer vertikal, dan
transfer lateral.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2010. Diakses 03 Oktober 2015. Retensi sebagai bagian dari asesmen autentik. https://jempolmdo.
wordpress.com/2010/02/04/ retensi- sebagai-bagian-dari-asesmen-autentik/.
Hill,
W. F. 2012. Theories of Learning: A
Survey of Psychological Interpretations. Bandung: Penerbit Nusa Media.
Sarri.
2104. Diakses 02 November 2015. Makalah tentang Transfer Belajar atau
Pengalihan Belajar. http://sarri- mouse.
blogspot.co.id/2014/11/makalah-tentang-transfer-belajar-atau_0.html.
Schmidt,
R. A and Wrisberg, C. A. 2000. Motor
Learning and Performance: A Problem-based Learning. 2rd edition.
Champaign, II. Human Kinetics.
Schmidt,
R. A. 1991. Motor Learning Performance
From Principle To Practice. Canada. Human Kinetics Books.
Schunk,
Dale H. 2012. Learning Theories: An
Educational Perspective. Edisi keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono,
dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: UNY Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar